Label

Senin, 21 Oktober 2013

MEREKA TERUS BERCERITA TENTANG KEUNGGULAN NEGARA LAIN.



Tidak semua yang di negara lain baik. Tidak juga banyak hal jelek di negara kita. Kenapa saya sering sekali mendengar orang berbicara keunggulan negara lain saat berbicara tentang sebuah kemajuan. Sepertinya mereka hanya mau mendengar keunggulan negara lain dan menutup telinga ketidakbaikannya dan hanya mau mendengar kejelekan negara sendiri dan menutup telinga untuk keunggulan negara sendiri. Sering kali saya merasa tak nyaman jika ada orang yang menggebu-gebu memperolok negara sendiri dan begitu semangat membandingkan dengan negara lain yang katanya jauh lebih baik, padahal ia tak pernah berkunjung ke negara lain. Ia sepertinya merasa berpengalaman dan merasa pintar dengan mencari kelemahan negara sendiri sedang ia sendiri tak pernah memulai untuk berbuat baik seperti yang Ia ceritakan tentang negara lain.

Sewaktu kebebasan pers masih terkungkung dan hanya mendengar cerita baik tentang negara kita dari media massa, hal yang dapat kita peroleh dari itu adalah kecintaan dan kebanggaan  kita terhadap bangsa. Kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa dan negara menjadikan kita tak merasa menjadi bangsa yang underdog dan selalu yakin untuk terus maju bersanding dengan negara lain. Semua komponen bangsa bersatu padu membuat suasana bahwa kita adalah bangsa yang bermartabat dan baik. Semua berita yang miring tentang negara kita, di sensor dan dipermasalahkan. Di situlah sebenarnya saat yang tepat untuk membangun rasa kebanggaan terhadap negara dan bangsa agar tertanam kuat di dada setiap penduduk Indonesia. Sisi baik pers dengan satu corong adalah kita bisa mengkondisikan keadaan menjadi satu pandangan. Sisi lain, adalah banyak hal lain yang tak terungkap dan dibuang untuk kepentingan penguasa dan pihak-pihak tertentu. Masyarakat terbodohi dan merasa semua berjalan baik-baik dan jauh dari hal sebenarnya terjadi.

Ketika reformasi lahir yang dibidani oleh mahasiswa yang karena kondisi dan situasi demokrasi monoton, kekuasaan yang begitu lama, pengawasan dan perlakuan ketat terhadap kebebasan berpendapat, kebijakan satu arah, dan tanpa ada gejolak yang menantang adrenalin bagi penikmat demokrasi, maka terbukalah ruang untuk mengumpat semua ketidaksukaan yang terpendam selam rezim orde baru berkuasa. Euforia ini berlanjut dan tak sadar terus menerus mengumpat rezim pemerintahan orde baru, seolah semua produknya tidak baik dan ketinggalan dengan negara lain. Kebebasan pers, kebebasan berpendapat, kebebasan berdemokrasi dan kebebasan menilai sesuatu menjadi ladang baru untuk memperoleh uang. Penemuan-penemuan baru, tentang kesemrawutan, memperolok-olok atau pendapat apapun bisa di keluarkan tanpa harus ketakutan ditangkap  oleh pemerintah dan hanya berhadapan langsung dengan institusi terkait atau person, apakah akan menuntut, memanfaatkan hak jawab atau bersikap diam.

Kita menjadi gampang terpana oleh informasi tentang kemajuan negara lain tanpa terpikir kalau di sana pun banyak kekurangan. Hanya tentang yang baik-baik yang diterima untuk dikabarkan. Seolah semua berita tentang negara lain adalah kebaikan, kemajuan yang lebih baik dari negera kita. Dari negara serumpun pun, banyak orang selalu memeperolok bangsa sendiri, kalau kita ketinggalan jauh. Di Asia Tenggara, Indonesia adalah negara terbesar. Jika kota-kota besar luasnya kita gabung menjadi satu dengan segala fasilitas dan infrastruktur yang tersedia, tentu akan jauh lebih luas dari seluruh luas negara Malaysia pun. Apalagi jika hanya dibandingkan dengan Singapura dan Brunai. Artinya, jika hanya untuk membangun negara seluas Malaysia, Brunai, Singapura atau negara tetangga lainnya, orang Indonesia pasti sudah lebih maju dan lebih baik dari keadannya sekarang. Ruas jalan di Indonesia pasti berkali lipat panjangnya dengan negara tetangga. Untuk membangun dan merawatnya, tentu biayanya berkali lipat. Saya tidak yakin orang-orang negeri tetangga bisa membangun Indonesia lebih dari sekarang dengan keluasan negara dan ribuan pulau.

Perlu pemikiran dan tindakan yang nyata untuk membuat bangsa kita tidak terus menerus merasa di bawah. Mereka yang selalu membawa berita baik tentang kebaikan untuk memperolok negara kita, harusnya juga berpikir dengan perbandingan yang adil, dan langkah yang diperlukan, bukan kritik searah hanya berkoar tentang kebaikan negara lain, kejelekan negara lain di sembunyikan dan dibela, sedangkan kejelekan negara sendiri di koarkan dan kebaikannya disembunyikan. Anehnya lagi, mereka merasa bangga seolah dirinya bukan bagian dari bangsa ini.

Saya sempat heran juga ketika ada seorang yang mengatakan tensis dalam bahasa Inggris ada enam belas adalah keunggulan dalam berbahasa dan menganalogikan kalau itu menunjukan sebuah cara berpikir dibanding tata bahasa kita. Menurut saya, tensis yang begitu banyak itu bisa diringkas menjadi enam atau empat, dan tidak seribet itu yang penggunaanya juga tidak terspesifik seperti dalam tensis ketika berkomunikasi. Karena dalam berkomunikasi hal yang terpenting adalah bahwa hal apa yang ingin disampaikan bisa diterima dengan jelas tanpa terjadi miskomunikasi. Kenapa juga harus mencari sebuah ‘penemuan baru’ untuk memperolok diri dengan tanpa mengemukakan keungulan Bahasa Indonesia yang mudah diterima di seantero Nusantara dengan berbagai latar belakang etnis dan bahasa ibu sendiri-sendiri. Bahasa Indonesia lebih simpel dalam berkomunikasi mampu menerjemahkan ungkapan yang spesifik dari kosa kata yang berasal dari bahasa lain. Dan bahasa Inggris menjadi bahasa Internasional karena jejaknya sebagai negara penjajah di masa lalu. Itu adalah sejarah hitam tentang penjajahan negara terhadap negara lain. Perlu juga diingat, negara Amerika tak punya bahasa sendiri. Amerika nunut bahasa nasionalnya pada Bahasa Inggris.   

Jika kita terus menerus memperolok diri dan tidak memulai merasa bangga dengan bangsa sendiri dan sibuk terus menerus merasa rendah diri, kapan kita bisa mencintai bangsa sendiri, mencintai produk negara sendiri. Banyak produksi dari negara kita lebih unggul dari negara lain, tapi kita menjadi lupa dengan keunggulan itu karena kita begitu asyik dan sangat terbuka menerima propaganda dan iklan dari produk negara lain. Bahkan kita telah dulu siap menerima propaganda (iklan) negara lain, sebelum produk itu berada di depan kita. Kita sengaja menjadi lupa dengan produk kita dan apriori terhadap apa yang ada pada bangsa kita sendiri.

Saya yakin, ada kalanya nanti Bangsa Indonesia sangat berbangga dengan bangsanya sendiri dan sangat bangga memakai produk kita sendiri. Jika setiap penduduk Indonesia bangga dengan Bangsa Indonesia dengan segala produk dan budayanya, tentu itu menjadi keunggulan tersendiri bagi Bangsa Indonesia. Dengan berhenti memperolok diri dengan berkreasi dan berinovasi, kita bisa memulai untuk menjadi yang terbaik. Memperolok bangsa sendiri dengan tidak berbuat sesuatu untuk memulai memperbaiki bukanlah sebuah tindakan bijaksana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar