Label

Kamis, 06 September 2012

KARTU HITAM, LEMBARAN HITAM BULUTANGKIS INDONESIA


Kalah dengan kepala tegak, begitu biasanya kita mengucapkan kata pelipur kekecewaan jika kalah dalam suatu pertandingan yang telah dilakukan dengan sepenuh daya upaya. Penghormatan akan tetap ada meski jauh dari penghormatan yang diterima  jika menang dengan heroik. Dan jika kalah atau dinyatakan kalah dengan cara di diskualifikasi karena mencederai ‘sportifitas’ yang diusung  tinggi-tinggi dalam olahraga, maka bersiaplah untuk menerima kecaman dan berbagai ucapan tak enak sampai semua bosan membicarakannya. Bahkan hal semacam itu tetap saja di catat dalam sejarah dan akan di ungkap dan dibicarakan lagi jika even dan atau kejadian semacam itu terjadi lagi.
Greysia Polii dan Meliana Jauhari tentu menjadi orang yang paling menyesali kejadian itu. “Kami dilatih oleh senior-senior yang sudah punya pengalaman mendunia, kami siap untuk kalah. Namun kami tidak siap dituduh curang” ujar Meiliana mengekspresikan bentuk kekecewaanya atas kejadian ini. Kekecewaan itu tentu juga dirasakan oleh seluruh penggemar olah raga Bulutangkis di seluruh Indonesia, bahka ke semua warga Indonesia yang mengharap Bulutangkis dapat menyumbang medali emas seperti Olimpiade sebelumnya.
Menghindari lawan dibabak berikutnya karena takut kalah sebenarnya bisa saja dihilangkan jika memang sudah siap menghadapi siapa pun lawannya. Jika sengaja menghindari lawan yang sudah siap menunggu dan si calaon lawan dianggap berat untuk dikalahkan itu, artinya sama saja mencari kemenangan dengan cara-cara tidak fair dan curang. Ganda putri Cina berkeinginan mendapatkan medali sebanyak banyaknya dari Bulutangkis, maka berusahalah mereka agar tidak terjadi duel antar pemain Cina di laga yang tidak memperebutkan medali. Bagi pemain Cina mungkin tak masalah siapapun lawannya, karena mereka sudah siap dan berkemampuan bagus, tapi berhadapan dengan pemain senegara dalam babak seperempat final tentu akan membuat salah satu gugur dan menjadi hilang kesempatan All Cina Final. Sahkah hal semacam itu dilakukan? Yang jelas penonton di stadion tempat berlangsungnya pertandingan “pertunjukan pertidaksportifan” sangat kecewa. Mereka yang berharap disuguhi tontonan kelas dunia, ternyata disuguhi dagelan yang bukan dari pelawak. Merekapun mencemooh dan menghujat para atlit. Tak heran jika ada yang melempari dengan botol minuman.
Kita menjadi teringat Piala Tiger kedua digelar di Vietnam  27 Agustus-5 September 2008. Bukan prestasi yang diraih Indonesia pada perhelatan kala itu, tapi cerita buruk yang dibawa pulang oleh Aji Santoso cs. Karena ingin menghindari tuan rumah Vietnam di babak semifinal, Thailand dan Indonesia bermain 'sepakbola gajah'. Kedua tim sama-sama menghindari kemenangan. Skor 2-2 bertahan cukup lama. Namun dipenghujung babak kedua, pemain belakang Indonesia, Musrsyid Effendi dengan sengaja memasukkan bola ke gawang Indonesia. Skor pun berubah menjadi 2-3 untuk kekalahan Indonesia. Akibat aksi tersebut, Indonesia dan Thailand dikenai denda karena telah merusah semangat sepakbola. Musrsyid sendiri dihukum tak boleh tampil di even internasional seumur hidup. Di tubuh PSSI, Azwar Anas yang menduduki kursi pimpinan memilih mundur. Dia digantikan oleh Agum Gumelar. Singapura akhirnya keluar sebagai juara untuk pertama kali setelah di final mengalahkan tuan rumah, Vietnam dengan skor 1-0. Sedangkan Indonesia harus puas di tempat ketiga mengalahkan Thailand lewat drama adu penalti, 5-4. Sepanjang 120 menit kedua tim bermain imbang 3-3. Dan ternyat menghindari lawan pun tidak menjadi juara.
Mungkin saja BWF (Badminton World Federation) memberikan sanksi lainnya berupa larangan bermain selama periode tertentu atau denda bagi para atlit yang telah bermain tidak sportif dan menodai semangat Olimpiade. Tentu keputusan untuk mengalah dalam suatu pertandingan, karena sudah pasti lolos, bukan hanya keputusan atlit yang turun berlaga. Ada sharing kesepakatan pendapat antara atlit, manajer tim, dan pelatih. Tidak fair jika beban malu dan cemoohan harus diterima hanya oleh atlit. Tapi, mampukah kita menyalurkan dan ‘memberi’ tahu pada semua orang yang kecewa bahwa jangan beban berita buruk itu kepada atlit sebagai tertuduh aktor kejadian itu. 
BWF sendiri juga harus mengevaluasi sistem pertandingan semacam itu yang menjadikan ada celah untuk mencari kalah jika dua tim atau atlit sudah dipastikan lolos ke babak selanjutnya dan sudah tahu siapa lawan yang akan dihadapinya nanti. Seingat saya kemungkinan terjadi hal semacam ini sudah diprediksi oleh BWF sendiri. Mungkin akan lebih arif jika mereka yang terkena kartu hitam pada saat baru pertama kali sistem pertandingan dipakai, diberi maaf dan boleh ikut pertandingan selanjutnya dan tentu dengan peringatan keras atau denda. Baru kemudian di pertandingan berikutnya pada saat technical meeting ditegaskan tentang sanksi yang akan diterima jika bermain sabun.
Dalam bertanding, taktik dan teknik yang dipakai setiap atlit berbeda-beda. Baik taktik dan teknik di luar lapangan ataupun di dalam lapangan. Bisa saja dianggap maklum jika ganda putri Cina memilih untuk mengalah agar tidak bertemu dengan rekannya yang telah menjadi runner up di grup lain yang akan jadi lawannya. Atau ganda putri Indonesia yang enggan bertemu ganda putri Cina yang telah mengalah demi menjadi runner up grup yang sebenarnya mereka adalah peringkat satu dunia. Greysia Polii dan Meliana Jauhari jika berhadapan dengan Yu Yang dan Wang Xiaol, jika pun menang tentu harus menguras energi yang luar biasa. Dan akan bisa menyimpan sedikit tenaga atau tidak ‘terforsir’ jika tidak berhadapan dengan ganda peringkat satu dunia itu. Mungkin itu yang membuat mereka (kubu Indonesia) berkeputusan untuk ‘mengalah demi menang’. Ah, mungkin itu alasan pelipur lara yang akan banyak mendapat ketidaksimpatian dari mereka yang kecewa.
Dan kekecewaan itu ditambah dengan ketidakmampuan para atlit Bulutngkis kita yang tak dapat memeperoleh satupun medali yang diperebutkan di Olimpiade 2012, London. Tradisi medali emas yang biasanya diperoleh dari cabang Bulutangkis, sejak cabang olahraga ini dipertandingkan di Olimpiade Barcelona 1992, pupus dan terbebani juga oleh ‘Kartu Hitam’ yang harus diterima. Tentu evaluasi dan pembenahan di tubuh PBSI agar terus berjuang menempa para atlit dan terus mencari bibit baru penerus generasi harus kita sokong dan jangan sampai kita kalah dengan negara-negara baru di dunia Bulutangkis dan negara-negara seperti Cina, Korea, Jepang dan Denmark yang mempunyai sudah mempunyai pemain-pemain yang bagus dan kuat.

KARISMA


Solehan Djayim.

Karisma sering sering dijadikan seseorang atau sekelompok orang untuk menarik simpati untuk berkumpul dan berserikat untuk memperolah tujuan-tujuan yang bersama-sama di susun untuk kepentingan mereka. Karisma seorang yang kuat sanggup membuat ucapan dan tingkah lakunya dipercayai dan ditiru layaknya nabi di sebuah agama. Seseorang yang sanggup menyusupkan karisma kepada orang atau sekelompok orang, sering membuat orang itu menjadi tunduk dan ‘terhipnotis’ menurut segala apa yang diucapkan oleh orang yang mempunyai karisma tersebut. Kata-katanya menjadi sebuah ajaran baru, di kembangbiakan dan disangkut pautkan dengan teori-teori lain. Kata-kata yang mungkin keluar tanpa dipikirkan dan keluar spontanitas, bisa saja diingat-ingat dan dicatat untuk kemudian dibukukan yang di kemudian hari bisa menjadi referensi bagi para pengikutnya. Segala tingkahnya bisa menjadi tren dan bisa saja dianggap sebagai pola laku yang harus ditiru dan terus ditiru. Bahkan, jika si empunya karisma itu membuat sebuah sekte yang di anggap orang lain sekitarnya sesat, si ‘penerima’ karisma akan mengikut dan menyalahkan orang lain yang menganggapnya salah. Kekaguman seorang pada orang yang dianggap agung, biasnya berawal dari kesamaan pandangan hidup, kepercayaan batiniah dan cara pandang terhadap permasalahan dunia.
Banyak orang yang mengakui ‘kenabian’ seseorang, dan tetap bertahan pada pendiriannya meski telah diancam dan di teror sana-sini. Mungkin juga segala macam teror dan ancaman dianggapnya sebagai ujian atas keimanannya. Pengikut La Eden pernah di obrak-obrik oleh orang yang menganggapnya sesat, dan di larang oleh pemerintah, tapi bukannya kelompok itu jera dan meninggalkannya, beberapa tahun kemudian kita mendengar lagi kegiatan mereka. Para pengikut Ahmadiyah, diancam dan diteror olah orang-orang yang menganggap aliran mereka sesat, mereka tetap bersemangat dan yakin dengan keyakinannya, bahwa apa yang dipercayainya adalah benar dan jadi jalan hidupnya. Di sini, Ghulam Ahmad yang telah meninggal puluhan tahun yang lalu mampu memancarkan segala karisma yang dimilikinya kepada mereka. Sama seperti para pengikut La Eden dan juga pengikut-pengikut ajaran atau aliran kepercayaan lainnya. Jika kepercayaan di hati mereka telah menjadi agama, segala macam hal yangmerintangi adalah hal yang harus dilewati sebagai wujud kesetiannya terhadap keyakinannya.
Di dunia politik, Soekarno, Presiden pertama Indonesia, mempunya karisma sangat besar. Hampir empat puluh tahun sepeninggal beliau, Karisma yang di milikinya masih mampu menyedot jutaan warga indonesia. Karismanya yang begitu besar dan menakjubkan, dimanfaatkan oleh anak-anaknya. Megawati, adalah salah satu anak bung Karno yang bisa memaksimalkan dan memanfaatkan Karisma Bung Karno untuk bergabung dalam Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan membawanya ke kursi kepresidenan, dari wakil kemudian menggantikan Gus Dur yang di lengserkan. Meski Soekarno bukan pendiri PDIP, para politikus di bawah bendera PDIP bisa mengaitkan antara PDIP, Megawati dan Soekarno. Karisma Megawati memang tak sehebat karisma yang dimliki Ayahnya, maka wajar jika Ia mencari jalan lain untuk tujuan politiknya dengan memanfaatkan karisma Ayahnya. Dan sekarang, Puan Maharani Cucu Soekarno anaknya Megawati, pun sepertinya mau meniru cara ibunya memanfatkan karisma Kakeknya. Tak perlu pintar, cerdas dan berwibawa untuk menjadi pemimpin partai, karisma orang-orang yang di belakangnya sangat menentukan. Karena untuk mencari orang cerdas dan pintar itu lebih gampang ketimbang orang yang memiliki karisma atau orang yang beruntung karena mempunyai aliran darah orang berkarisma tinggi.
Di Thailand, adiknya mantan Perdana Mentri Taksin Sinawatra, Yingluck Sinawatra, berhasil duduk di kursi Perdana Mentri, sekaligus Perdana Mentri wanita pertama di negaranya. Keberhasilan Yingluck, tentu di dukung juga oleh karisma sang kakak selama menjabat Perdana Mentri, sebelum dan sesudahnya. Benazir Bhuto, juga salah satu orang yang bisa memanfaatkan Karisma ayahnya untuk menjadi Perdana Mentri Pakistan. Dan masih banyak lagi para pejabat tinggi yang berhasil memeperoleh jabatannya dengan dukungan  karisma ayahnya, meski karisma pribadinya tetap berpengaruh besar.
Sikap dan perlakuan pemerintah berkuasa juga berpengaruh besar terhadap ‘kebesaran’ karisma seseorang. Jika sang tokoh mendapat perlakuan tidak mengenakkan, maka empati para pendukungnya menjadi semakin besar dan rasa ingin membela bertambah menyala. Dan empati itu akan meledak menjadi kekuatan yang besar saat pemerintah berkuasa tumbang.   
Karisma seseorang tercipta sepanjang hidupnya dan tak bisa instan. Karisma melekat pada setiap sisi kehidupan sang tokoh. Ia terbangun saling menjalin menjadi sebuah layar besar penuh dengan tulisan yang kemudian bisa di baca, diamati, dan dipelajari oleh para pengagumnya. Kadang hal-hal kecil yang tak terduga oleh si empunya karisma bisa menjadi sebuah hal yang luar biasa dan menjadi pijakan dalam berpola pikir atau berpola sikap dalam menghadapi sesuatu. Karisma seseorang bisa menjadi ajaran atau aliran baru dalam ‘beragama’ pada tatacara berkehidupan sehari-hari. Ber-titiktolak dari karisma seseorang; teori-teori baru, animo-animo baru, ungkapan-ungkapan baru, pola tingkah baru, cara-carabaru, bisa bermunculan berwarna-warni.

PERBEDAAN


Solehan Djayim

Sebuah perbedaan itu suatu hal yang sangat lazim di dunia. Bermilyar orang yang hidup di dunia, tak ada satupun dua orang yang sama persis satu sama lain. Selera setiap orang juga berbeda-beda. Dari selera bermusik, cara bersikap, berkarya dalam menulis, berbeda dalam memandang sebuah karya seni, berbeda dalam menfsirkan sebuah cerita. Semua perbedaan itu tidak jadi masalah dan berjalan beriringan saling melengkapi, saling memaklumi dan tak dipersoalkan sebagai hal yang perlu diseragmkan agar tak terjadi perbedaan. Karena perbedaan semacam itu suatu yang alami dan tak ada orang atau kelompok tertentu yang perlu mempersoalkan. Media massa yang biasanya gencar mengangkat sebuah perbedaan agar menjadi berita hangat, kontroversi dan ramai, dalam perbedaan semacam ini tak ada yang ‘layak jual’. Ini sebuah keadan yang tak mampu membakar hati, meskipun dikemas dengan cara apapun.
Perbedaan warna kulit sering menjadi isu yang sensitif. Orang berkulit hitam, kebanyakan berasal dari benua Afrika, di pergaulan internasional sering dipandang lebih rendah oleh sebagiann orang eropa yang kebetulan mempunyai warna kulit putih. Berabad-abad orang kulit hitam di Amerika menjadi golongan kedua dan menjadi budak bagi orang-orang kulit putih, sampai kemudian orang-orang kulit hitam bisa berhasil memperjuangkan kelompok mereka untuk menjadikan mempunyai hak-hak yang sama dengan orang-orang berkulit berwarna lainnya. Isu rasis berdasarkan warna kulit juga terjadi di negara-negar eropa. Di dunia sepak bola, tifosi Itali, sampai sekarang sering melontarkan isu rasis di stadion-stadion saat pemain berkulit hitam turun di lapangan. Mereka sering mengeluarkan nada suara mengejek untuk para pemain sepak bola yang berkulit hitam. Meski sering di tegur oleh badan sepak boal tertinggi dunia (FIFA), para penggemar dan pendukung sepak boal di negara itu, tetap saja sering berlaku demikian. Mereka yang berkulit putih mungkin karena belum pernah mengalami tiba-tiba kulitnya berubah menjadi hitam layaknya orang berkulit hitam dari afrika atau tiba-tiba anak mereka lahir dengan warna kulit hitam dan face Afrika. Mungkin Allah perlu menegur mereka dengan cara demikian.
Perbedaan akan sangat sensitif jika perbedaan itu menyangkut sebuah keyakinan. Jika hanya sekedar keyakinan tentang selera makan atau selera seni, itu hal yang biasa dan sangat dimaklumi. Tapi jika keyakinan itu tentang kepercayaan terhadap sebuah agama, akan jadi persoalan besar jika terjadi perbedaan. Gesekan-gesekan kecil akan segera membara. Apalagi jika itu perbedaan antar agama. Jika ada yang merasa dilecehkan tentang keagamaannya, ada yang merasa terhina atas sebuah sikap orang lain yang berbeda agama, akan segera menjadi bara yang membara yang setiap saat bisa menghanguskan antar pemeluk agama. Semua pihak akan merasa paling benar dan merasa harus dan wajib untuk turun ikut membela agamanya. Jika kemudian muncul provokator yang keberadaan tidak disadari kedua belah pihak, maka semakin besar pergesekan yang terjadi dan bisa dengan gampang menjadi pertumpahan darah. Korban jiwa berjatuhan. Perang etnik antar suku dayak dan suku madura di Kalimantan dan perang antar agama, Kristen dan Islam di Ambon, bukti nyata kalau keyakinan bisa membuat seseorang atau sekelompok orang mempunyai energi tambahan dan keberanian yang luar bisa untuk menghancurkan dan membunuh orang lain yang berbeda keyakinan. Masing-masing mereka mempunyai rasa terpanggil untuk membela agamanya atau kelompoknya dan merasa menjadi pahlawan jika bisa menghancurkan kelompok lain. Semakin besar Ia bisa menghancurkan atau membunuh lawan, semakin besar rasa kepahlawanannya.
Orang-orang ‘super hero’ akan terus maju membabat semua yang menghalanginya, semua yang menurut mereka harus dihancurkan demi untuk membersihkan kepercayaannya dari ‘polusi’ kepercayaan lain yang tidak sama dengan kepercayaannya. Beruntunglah, masih saja ada orang-orang yang mau peduli untuk tidak membiarkan sebuah perang kepercayaan terus menimbulkan korban jiwa yang terus bertambah. Dan jika sudah berhasil didamaikan antar pihak yang bertikai, menjaga keadaan agar selalu terjaga kedamain dan kondusif, pun butuh sekali ketelatenan dan kehati-hatian dan bertindak, berbicara dan berperilaku.
Di dalam agama Islam, antar pemeluk agama Islam, perbedaan cara beribadah, sering menjadi sebuah konflik-konflik kecil yang potensial sekali menjadi besar. Masing-masing pihak merasa paling benar dan yang di luar kelompoknya adalah keliru. Perbedaan pijakan mengambil hadist dan juga perbedaan penafiran menjadi titik awal konflik. Ada sebagaian diantara mereka kemudian berkelompok dan meneglompokan diri dengan orang-orang yang se-kepercayaan dan sealiran. Bahkan ada yang kemudian mengeklusifkan diri dari kelompok lain, dan beruntung banyak diantara mereka tidak mau mengganggu dan memepersoalkan kelompok lain di luar mereka. Meski kadang ada segelintir orang yang muncul memepersoalkan perbedaan diantara mereka tapi kemudian kita bisa bersyukurlah karena kemudian segera dapat di padamkan.
Perbedaan yang baru-baru ini muncul adalah perbedaan mengenai jatuhnya Hari Raya Idul Fitri 1432 Hijriah. Hari yang menjadi tanda berakhirnya Puasa Ramadlan ini bebrapa kali terjadi perbedaan. Bahkan ada kelompok-kelompok Islam tertentu yang mengakhiri Puasa Ramadlan berbeda dua tiga hari dengan yang ditentukan Pemerintah. Pada kelompok-kelompok Islam tertentu yang jumlahnya kecil, seperti Na’syabandiyah, kelompok Islam di jawa yang berpentang Lebaran di hari tertentu atau di beberapa tempat yang tidak terlihat oleh kamera media massa. Dalam sidang Isbat yang dipimpin oleh Menteri agama Suryadarma Ali, ada beda pijakan dasar dalam pengambilan bergulirnya bulan memasuki bulan Syawal. Muhammadiyah mengambil keputusan bahwa 1 Syawal 1432 Hijriyah jatuh pada Hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011, sedangkan yang lain menentukan pada hari Rabu 31 agustus 2011. Muhammdiyah bahkan sudah menentukannya jauh-jauh hari sebelumnya.  Alhamdulillah perbedaan semacam ini tidak menjadi masalah dan dipermasalahkan oleh umat Islam. Umat Islam sudah dewasa untuk menyikapi hal-hal semacam itu. Meski kali ini banyak ibu-ibu rumah tangga yang kecewa karena sudah mempersiapkan masakan untuk lebaran hari Selasa, ternyata lebarannya hari Rabu. Para ibu bisa dimaklumi, karena mereka melihat kalender yang kebanyakan menentukan tanggal merah sebagai tanda hari lebaran dan libur bersama di tanggal 30 dan 31 Agustus. Biasanya tanggal pertama sebagai tanda jatuhnya hari lebaran. Maka banyak opor yang terlanjur dimasak untuk persediakan di hari lebaran menjadi lauk di Sahur terakhir. Dan berbelanja lagi untuk keperluan hari lebaran esok harinya. Juga banyak terjadi benturan jadwal pertemuan karena ada jadwal pertemuan yang berdasarkan kalender Hijriyah, seperti pertemuan keluarga, dengan jadwal reuni sekolah atau temu kangen lainnya yang berdasarkan kalender Masehi.
Tanpa bermaksud membela kelompok yang memanfaatkan kemajuan teknologi dan belajar dari BMG atau disiplin ilmu meterologi lain yang bisa memprediksi datang gerhana Bulan, dan  gerhana Matahari, dengan tepat bulan, tanggal, jam, menit dan detik-nya, mestinya kita umat Islam bisa memanfaatkan kemajuan teknologi itu. Saya kira memanfaatkan teknologi sebagai hasil manusia-manusia yang berpikir, tidak diharamkan dalam Agama Islam. Dan penentuan jatuh 1 Syawal tidak harus menunggu keputusan Menteri Agama bersidang sampai jam setengah sepuluh malam di Waktu Indonesia Bagian Barat. Dan tentu di Waktu Indonesia Bagian Timur menjadi dua jam lebih malam.
Kalau kita sama-sama mau memperbaiki dan menyikapi dengan baik-baik tanpa merasa paling benar dan paling berpengaruh, mestinya masing-masing kelompok yang sedikit ada beda dalam berpandangan, sedikit beda dalam berpijak pada hadits, sedikit bebeda dalam kecenderungan aliran, bisa duduk bersama untuk menetukan cara yang bisa di sepakati bersama untuk menetukan jatuhnya 1 Syawal atau pun menetukan jatuhnya Hari Lebaran Haji yang juga kadang terjadi perbedaan. Jika sudah di sepakati cara menetukannya, maka seminggu atau minimal lima hari sebelum hari H, Menteri Agama bisa mentukan kapan jatuhnya hari lebaran itu. Saya yakin pemerintah, dalam hal ini Menteri Agama, bisa memfasilitasi dengan baik dan tanpa menimbulkan permasalahan. Atau akan dibiarkan hal semacam itu, perbedaan penetuan hari H Lebaran, menjadi sebuah teka-teki di setiap tahun? Kita tunggu Lebaran tahun depan.