Label

Rabu, 26 April 2023

MELIHAT DARI SISI “TAK SUKA”

Kita selalu merasa nyaman dan enak pada posisi keyakinan dan kepercayaan yang telah lama dijalani. Semua pandangan berada pada dunia perspektif yang tertanam dalam pikiran yang mempengaruhi hati dalam bersikap. Kebenaran itu subyektif, makanya akan menjadi berbeda bagi setiap orang walaupun dalam satu ruang kepercayaan yang sama, meskipun perbedaan itu sedikit.

Jika berwawasan kurang luas atau tidak mau membaca atau tidak mau mendengar, atau mau sedikit membaca dan sedikit mendengar tapi tidak mau memahami sesuatu yang berbeda dari yang diyakini, akan terasa menjadi sebuah serangan jika ada pendapat yang berbeda. Ia tidak akan perlu mencari referensi lain untuk memahami kebenaran lain yang berbeda darinya.

Orang yang tidak suka sepakbola dan tidak terlibat bisnis di dalamnya, akan merasa tak ada masalah apa-apa jika Piala Dunia U-20 batal di selenggarakan di Indonesia. Toh baginya, sepakbola itu permainan perebutan bola yang tak perlu yang bisa menimbulkan cidera bagi pemainnya. Bahkan memahami bahwa sepakbola itu menjadi sebuah industri pun, ia akan berpikir bagaimana bisa begitu. Sudah itu malas membaca dan cari referensi.

Sekali-kali berdiri pada posisi yang sebaliknya. Jika kita tidak sesuatu, masuklah kita pada sesuatu yang biasanya kita tak suka dan merasa menjadi bagian yang siap membela. Misal, jika kita tidak suka mancing ikan, kita masuk pada dunia para penghobi mancing, berusaha menikmati dan menganggap orang yang tidak suka mancing adalah orang tidak bisa mencari keasikan dan bodoh. Atau jika kita adalah orang yang pro pemerintah, sekali-kali masuk menjadi bagian dari oposisi yang terus menerus mengkritik dan mempermasalahkan setiap kebijakan pemerintah. Mendengarkan Rocky Gerung berceloteh dengan ucapan dungu dan Rizal Ramli memberikan alternatif lain dari kebijakan pemerintah atau para oposan lain yang berbeda kepentingan. Ada yang berkepentingan dengan jalan politiknya, ada yang murni ingin memberi alternatif dan solusi lain dalam bernegara. Bagi oposan, sekali-kali berdiri pada barisan pro pemerintah dan mendengar apa yang dilontarkan para oposan sambil menafsirkan dengan latar belakang yang berbeda dari kebiasaannya.

Lebih jauh lagi, dalam dunia paham (isme), agama, aliran kepercayaan, atau segala bentuk keyakinan dalam berkehidupan, yang hampir semua paham atau agama ada penganut garis keras, cobalah kita berdiri di sana, mencoba memahami ajarannya, mencoba mengerti segala latar belakangnya dan landasan kepercayaannya. Maka kita bisa mengerti mengapa mereka bisa berbuat sesuatu untuk mempertahankan keyakinan atau paham, dan supaya paham/agama/keyakinannya bisa survive,  bisa mempertahankan kemurniannya bahkan bisa menambah anggota lain dari luar lingkarannya. Bagaimana berbuat sesuatu yang bagi keyakinan lain suatu kejahatan, menjadi sebuah aksi heroik dengan gelar pahlawan dan keyakinan akan mendapat hadiah yang luar biasa dari tuhannya, itu disepakati dan diyakini oleh para penganutnya. Melakukannya sampai mati adalah batas akhir yang luar biasa berkorban untuk keyakinannya dengan imbalan yang menurutnya luar biasa pula.

Dalam dunia politik yang selalu berebut kekuasaan, selalu saja terucap kalau kubunyalah yang selalu benar  dan yang di luar itu selalu salah, selalu dicari salahnya dan sering bergagal-paham dari pernyataan lawannya untuk memelintirnya demi kepentingan kubunya.

Mencoba berdiri dan memahami apa yang dilakukan atau dipahami oleh orang-orang yang selama ini kita tak menyukainya, dapat menahan rasa ingin menghancurkan dan melawan. Selagi tidak membahayakan secara fisik, tak akan terjadi apa-apa jika mampu mengendalikan emosi dan menganggap perbedaan bukanlah sesuatu yang melukai hati dan pikiran. ‘Berada’ pada posisi lain yang kita tidak suka, bisa menumbuhkan rasa perdamaian, saling menghargai dan tak  ada rasa ingin menyerang lawan.

26.04.2023. 21:39

 

 

 

Sabtu, 01 April 2023

PAMER (FLEXING)

Flexing, pembahasan di media sosial sudah mulai surut. Saling gertak antara Menkopulhukam Mahfud MD, dengan anggota komisi III DPR dan berita tentang Teddy Minahasa sedikit merubah arah sorot perhatian di tambah gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U20. Semua cepat berubah. Semua ada yang membela dan ada yang mencerca dan banyak yang no comment. Begitulah media sosial. Nggak tahu banyak spesifik tentang sesuatu, langsung komentar berdasarkan penalarannya sendiri dengan semangat menggebu-gebu. Seperti, mengalahkan musuh dengan membantai sehabis-habisnya. Padahal belum tentu apa yang disampaikan pas.

Flexing itu pamer. Bagi Sebagian orang menjadi sebuah kebahagiaan dan kebanggaan. Kenapa harus pamer pada orang di luar tentang keadaan dirinya yang bahagia dengan segala yang ia punya dan bisa, karena itu membuat bahagia dan bangga. Bahagia dan bangga itu yang memuaskan mereka yang flexing dan lupa akibatnya di kemudian hari. Baru setelah menjadi hal yang tidak mengenakan terhadap keluarga, suami, istri dan anak-anak, mereka berkelit, berusaha menetralisir dengan berbagai cara dan upaya. Tapi jejak digital begitu jahatnya bagi mereka. Semua terekam dan bisa dimunculkan dengan berbagai rupa, di edit dan di modifikasi sesuai keinginan dan tujuan si pembuat.

Pamer kekayaan bisa jadi sebuah balas dendam terhadap keinginan di masa lalu yang keinginan itu tak terus menerus menumpuk tak ada batasnya. Ketika semuanya bisa dan merasa lebih dari orang lain di sekitarnya, atau dari teman-teman atau dari kenalan-kenalannya, maka balas dendam terhadap keinginan masa lalu itu merasa perlu dipamerkan agar orang lain di luar sana tahu kalau ia sudah bahagia dan serba ada, serba bisa dengan kekayaannya. Dan pamer itu juga menjadi membuatnya bahagia.

Pamer dalam urusan marketing adalah sebuah keahrusan untuk menarik minat pembeli. Tanpa orang tahu tentang sebuah produk barang dan jasa beserta kegunaannya, tak akan laku barang dan jasa tersebut. Maka berbagai cara ber-pamer di sajikan dalam berbagai bentuk sajian yang kadang kita tidak sadar bahwa sedang dibujuk untuk membelinya. Dan, pamer kemewahan lebih bertujuan agar semua yang melihat tahu kalau ia sudah bisa apa saja dan bahagia dan bangga dengan apa yang ia bisa. Dalam marketing juga sering diselipakan tentang kemewahan seseorang yang dikaitkan dengan barang atau jasa yang ditawarkan. Juga disajikan bagaimana bahagianya sebuah kemewahan.

Kemewahan memang membuat bahagia. Setiap orang berbeda-beda perspektifnya dalam mengartikan dan menikmati sebuah “kemewahan”. Mewah tak harus mahal jika ditilik dari segi, mewah membuat bahagia. Sebuah hal sederhana bagi seseorang disuatu tempat menjadi hal yang mewah bagi orang lain yang baru menikmatinya.

Jika kemudian pamer kemewahan menjadikannya dibully dan diserang, maka bukan kebahagiaan yang didapat tapi sebaliknya. Tidak semua orang bahagia melihat orang lain bahagia dan tidak semua orang ikut bersedih melihat penderitaan orang lain. Jika pengin bahagia dengan kemewahan, cukup disimpan dalam ruangnya sendiri.

09:53  01.04.2023