Label

Minggu, 16 Juli 2017

TELEGRAM WEB DI BLOKIR


Tiba-tiba saja saya jadi pengin menjadi pengguna aplikasi chat bernama Telegram, mengamati keunggulannya dari aplikasi semacam atau apa yang membuatnya jadi beda. Keinginan itu timbul setelah pemerintah Republik Indonesia memblokir karena mendapati konten yang terkait dengan terorisme. Menkominfo, Rudiantara, menyebut ada sekitar 700 halaman terkait konten tersebut. Ada ajakan untuk membuat bom, bergabung dengan organisasi teroris. Dari fitur-fitur yang ada, yang ditutup versi web komputer.

Salah satu alasan beberapa kelompok radikal berpindah atau ‘nongkrong’ di Telegram adalah aplikasi pesan itu susah terlacak. Sesuatu yang bisa menyembunyikan identitas, seringkali menjadi tempat di mana seseorang atau kelompok yang tidak ingin terbaca identitasnya karena tujuan-tujuan tertentu yang bertentangan dengan penguasa atau tujuan lainnya yang tidak semua orang boleh tahu. Suatu gerakan rahasia tentu perlu tempat yang nyaman untuk bersembunyi.

Saya teringat ketika jaman Orde Baru terbit sebuah buku ‘Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai’ yang cetakannya biasa-biasa saja, seketika menjadi buku yang banyak dicari orang setelah dilarang oleh pemerintah. Sebuah pelarangan sebuah karya atau pemblokiran media ternyata menjadi sangat efektif sebagai iklan, dan membuat banyak orang merasa penasaran, ingin mencoba dan memakainya. Sebuah karya film yang dilarang penayangannya juga menjadi berkah tersendiri setelah diijinkan tayang kembali dengan segala pertimbangan dan sensor sana sini.

Jika yang diblokir oleh pemerintah Republik Indonesia hanya versi web komputer, tentu banyak orang melirik dan masuk ke play store untuk me-download aplikasi chat Telegram, mencobanya dan melihat apa saja yang ada di sana. Sebagian mungkin sekedar singgah, sekedar ingin tahu dan membuangnya dari gadgetnya, dan sebagian yang lain bertahan dan menjadi pemakai sebagai tambahan aplikasi chat yang telah ada. Bertambah aplikasi berkonten media sosial, akan makin banyak waktu yang dipakai untuk sekedar membaca atau berkomen hal-hal yang sebenarnya jika dibiarkan pun tak berpengaruh apa-apa. Meski tak dipungkiri, banyak sekali yang menyajikan konten-konten yang bermanfaat jika mau membacanya,

Ada komentar yang sedikit menggelitik dari politikus kita yang saya baca di twitter Fadli Zon, ‘telegram dilarang krn dipakai teroris, harusnya penjualan panci juga dilarang dong? #rezimparanoid.

Efektifkah atau setidaknya mengurangi ‘kegiatan’ teroris dengan memblokir Telegram?

Jumat, 07 Juli 2017

MENCARI TENAR DAN TERKENAL

djayim.com    Melaporkan sosok terkenal, publik figure, tokoh berpengaruh, akan memunculkan keingintahuan pendengar / pembaca berita, siapa yang melaporkan. Berlanjutlah pada konten apa yang dilaporkan, kenapa dilaporkan, siapa yang dirugikan, apa pengaruh dari konten yang dilaporkan.
Di negeri kita, semua warga negara berhak melaporkan pada institusi Polisi untuk melaporkan sesuatu yang dianggap tidak sesuai atau melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Melakukan ujaran kebencian bisa membawa seseorang ke pengadilan dan menerima hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku dengan ketentuan dan syarat yang sah dan legal menurut ranah hukum. Itu pun jika ujaran kebenciannya ada yang melaporkan atau menimbulkan keresahan pada sebagian warga.
Seseorang yang telah melaporkan putra bungsu Presiden Joko Widowo terkait vlog-nya yang di unggah di internet yang dianggap si pelapor mengandung ujaran kebencian, tentu menyedot banyak perhatian pada pendengar atau pembaca berita. Segera saja timbul keingintahuan dan langsung browsing apa yang dipermasalahkan dan timbul kenapa dipermasalahkan, siapa si pelapor, apa hubungan si pelapor dan terlapor, ada tujuan apa dengan si pelapor dan track record si pelapor.
Dari penjelasan pihak kepolisian, setelah melakukan tindak lanjut dari laporan tersebut berkesimpulan kalau laporan tersebut mengada-ada. Dan juga disebutkan si pelapor sudah sering melaporkan hal-hal seperti itu dengan catatan bulan Januari sampai dengan Juni 2017 sudah 62 Kali. Cukup sering, rata-rata sebulan 10 kali. Dan kali ini ia menjadi bahasan nasional karena yang dipermasalahkan putra seorang Presiden.
Mungkin si pelapor itu merasa penting dan merasa harus peduli terhadap hal-hal telah melanggar peraturan atau undang-undang yang menurutnya perlu ada orang peduli agar tidak ada yang seenaknya melanggar hukum.  Bisa saja ia seorang yang sangat merindukan segala tatanan kehidupan di negara kita sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku. Merasa jika ia tidak peduli, akan terabaikan. Merasa jika apa yang menurutnya tidak sesuai, sebuah pelanggaran hukum yang harus diproses.
Atau bisa saja, ia seorang yang ingin dikenal banyak orang, menjadi sorotan media massa, menjadi terkenal dan dikenal sebagai seorang pahlawan yang peduli terhadap hal-hal yang terlewatkan oleh banyak orang.  Kemungkinan yang terakhir itu bisa saja muncul karena banyak orang yang menjadi terkenal dari hal-hal aneh yang tak diduga-duga.

Yang pasti ada tujuan si pelapor melaporkan seoarang putra presiden yang masih aktif. Ingin terkenal???