Label

Jumat, 29 Juli 2016

Golkar dukung Jokowi RI 1 2019

Rapimnas Partai Golkar 2016
Rapimnas Partai Golkar yang berakhir tanggal 28 Juli 2016 malam, salah satunya mendukung Jokowi untuk maju menjadi calon presiden di pemilu tahun 2019. Rupanya Partai Golkar sudah yakin kalau Jokowi akan baik-baik saja sampai akhir masa jabatannya yang sekarang ini. PDIP pun, yang notabene-nya ‘memiliki’ Jokowi belum mendukung Jokowi untuk menjadi calon presiden pada pemilu tahun 2019. Siapapun boleh di didukung dan di ajukan oleh sebuah partai politik untuk di calonkan jadi presiden, asalkan seluruh syarat yang telah tentukan dalam undang –undang dan peraturan yang ada, terpenuhi. Tak harus kader partai. Tak harus sosok yang berjuang terus menerus membesarkan partai. Unsur elektabilitas dan popularitas menjadi pertimbangan utama dalam menentukan siapa yang bakal di usung menjadi orang penting di kursi kekuasaan.
Sah-sah saja jika kemudian ada partai lain yang mengusung kader Partai Golkar menjadi calon presiden pada pilpres 2019. Unsur kepatutan bukan halangan untuk memilih sosok yang di jagokan. Peraturan bisa dipakai di saat terpojok untuk menjawab sebuah keadaan yang membikin terdesak. Demokrasi telah membawa bagaimana sebuah partai politik mampu memepesona rakyat. Pada tataran rakyat sudah terpesona, keadaan tersebut harus dijaga sampai saat hari pemilihan umum dilaksanakan. Menjaga agar kondisi dan keadaan partai, dan calon yang dijagokan bukan sesuatu yang mudah. Lawan politik dan orang yang luar politik yang berkepentingan lain, selalu membuat keadaan menjadi terpojok. Media massa berperan penting menjaga angin bertiup ke arah mana.

Kader Golkar, tak ada yang kapabel?

Semua peserta kompitisi pasti menginginkan kemenangan. Kemenangan bisa berupa material dan immaterial. Bisa kemenangan mendapat posisi tapi tak mendapatkan kursi, bisa kemenangan berupa kekuasaan yang dianugerahkan oleh si pemenang sebagai imbal balik pengorbanan yang telah diberikan dalam perebutan kekuasaan. Golkar mungkin sadar diri, jika saat ini tidak ada kadernya yang mampu mengalahkan Jokowi. Bisa dikatakan minder dan kalah kelas dalam elektabilitas. Dan, keputusan mendukung Jokowi di pilpres 2019, tentu ada maksud tertentu. PDIP sebagai kandangnya Jokowi, selama ini selalu menyatakan diri sebagai partainya wong cilik, dan itu berhasil menarik simpati banyak orang. Wong cilik ini sebagai analogi orang-orang yang terpinggirkan, orang-orang di desa, orang-orang miskin, orang-orang yang tertindas dan perlu bantuan, orang-orang yang tak bisa menikmati gemerlapnya dunia modern dan bahkan orang-orang miskin karena pemalas pun merasa bagian dari wong cilik. Orang-orang yang merasa begitu, jumlahnya sangat banyak. Dan PDIP cerdik memanfaat perasaan para wong cilik.
Golkar merasa harus merebut hati wong cilik itu. Jumlah masa wong cilik sangat potensial untuk meraup suara saat pemilu nanti. Ia harus menjadi sperti PDIP agar rakyat terpesona. Agar wong cilik yang terpinggirkan pada saat jayanya Golkar terlipur dan merasa Golkar telah menjadi partainya wong cilik. Ini akan berpotensi memperoleh suara besar dalam pemilihan legislatif. Pada saat Golkar memperoleh kursi DPR dominan, maka dari situ kekuasaan bisa bicara.
Meski Golkar saat ini mendukung Jokowi menjadi calon presiden di pilpres 2019, kemudian nanti pada saat menjelang pemilu dukungan itu berubah, tak ada aturan yang melarangnya. Itu bisa saja terjadi. Kader Golkar banyak sekali yang mampu dan kapabel.
Jangan menilai sebuah hari sebelum datang maghribnya. Seorang Jokowi sekarang ini, bolehlah di katakan ( elektabilitasnya ) tak ada saingan untuk dicalonkan sebagai presiden. Untuk saat ini, dengan keadaan seperti sekarang ini. Apa Ia bisa akan tetap begitu sampai saat yang dbutuhkan? Jika saat yang dibutuhkan itu ternyata Jokowi sudah turun jauh dan muncul calon kuat lain, apa Golkar akan tetap berkeputusan seperti sekarag ini. Apalagi jika ‘calon lain’ yang mucul dari kader Golkar. Dan Golkar bisa saja berpaling jika keadaan ‘berpaling’ lebih menguntungkan. Jika kondisi demikian benar-benar terjadi, Golkar menjadi memperoleh keberuntungan ganda. Keuntungan dianggap sebagai partainya wong cilik seperti PDIP, dan keuntungan mempunyai calon yang bisa di andalkan untung duduk di kursi RI 1.
Politik, seperti syair yang dibacakan oleh seorang penyair tak membawa teks dan lupa syairnya. 

Kamis, 28 Juli 2016

Hiu Hilang, Masa Depan Laut Kita Suram.

Lautan Indonesia adalah rumah bagi lebih dari 118 jenis hiu yang tersebar di seluruh perairan nusantara. Sayangnya, akibat praktik penangkapan ikan yang merusak dan tidak bertanggung-jawab telah berdampak serius terhadap populasi dan keanekaragaman jenis hiu di Indonesia.

Greenpeace melihat jika penangkapan ikan merusak seperti rawai tuna (longline) dan jaring lingkar (pure seine) yang menggunakan rumpon terus berlanjut tidak terkendali maka akan terjadi kehancuran terhadap sumber daya ikan serta mengancam kelestarian hiu di lautan.
Tingginya permintaan pasar luar dan dalam negeri juga menyebabkan hiu tidak lagi sekadar menjadi tangkapan sampingan (by-catch), tetapi juga menjadi target utama perburuan. Hal ini harus segera dihentikan!
Upaya-upaya penyelamatan sumber daya ikan harus terus diperjuangkan dengan cara mendorong praktik perikanan tangkap yang ramah lingkungan dan tidak merusak ekosistem, seperti mendukung dan membangun kembali perikanan tuna yang berkelanjutan secara lingkungan dan sosial seperti huhate (pole and line) dan pancing ulur (tuna handline).

Hiu menjadi target utama penangkapan dan diburu untuk dimanfaatkan siripnya. Padahal, berbagai penelitian menyebutkan hiu merupakan kelompok ikan yang mengandung merkuri terbanyak dibanding jenis ikan lainnya di lautan.
Sirip hiu sering dianggap sebagai bahan makanan yang mewakili status sosial ketika dihidangkan di meja makan dalam perayaan hari besar atau hari penting. Namun, menunjukan status sosial dengan turut merusak keseimbangan ekosistem di laut tentu tidak patut dibanggakan.
Dukungan dari semua pihak dalam penyelamatan sumber daya ikan khususnya hiu harus diperkuat dengan sinergi antara masyarakat, pemerintah dan gerakan masyarakat sipil.

Keberlanjutan sumber daya laut untuk masa depan ada di tangan kita. Kita perlu bijak untuk jadi bagian dari solusi perubahan yang lebih baik, bukan menjadi bagian masalah yang mengancam keseimbangan ekosistem laut.
Lautan tanpa hiu, bukan lah laut yang sehat, sebaliknya laut yang sakit dan suram. 
Saatnya bersuara dengan menolak untuk tidak mengkonsumsi apapun makanan yang berbahan dasar hiu dan mendukung penghentian ekspor sirip hiu untuk memutus mata rantai perdagangan sirip hiu internasional. 
dari greenpeace Indonesia.
di tulis oleh Sumardi Ariansyah, 12 Juli 2016

Rabu, 27 Juli 2016

Puan aman di Kursi Menko

( Reshuflfle jilid II kabinet Jokowi )

Tak perlu berprestasi bagi Puan Maharani untuk tetap bertahan sebagai Mentri Koordinator bidang pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Dia mungkin dikandangkan dalam sangkar khusus yang tak bisa di sentuh oleh elit manapun ketika PDIP berkuasa, ketika Ibunda Megawati masih ketua umumnya. Sebuah keberuntungan, karena Ia lahir dari rahim seoarang anak dari presiden pertama yang kharismanya masih menjadi magnet bagi sebagian rakyat Indonesia. Dan, PDIP cerdas memanfaatkannya.

Anis Baswedan yang santun, Rizal Ramli yang sensasional dan berani, Ignatius Jonan yang berhasil membuat perkeretaapian menjadi baik, bisa saja tidak dipakai. Tapi untuk Puan, sepertinya tak ada arah ‘pembicaraan’ untuk tukar posisi apalagi tidak di pakai. Menjadi sebuah kedurhakaan bagi Presiden Jokowi jika hal itu sampai terjadi.

Dalam organisasi yang berdiri di atas pondasi dan lantai dasar politik, kecerdasan dan kapabilitas bukan sebuah hal yang mutlak untuk di penuhi bagi seorang pembantu presiden. Banyak ‘titipan’ yang harus dipertimbangkan untuk memilih seorang pembantu dalam menjalankan roda pemerintahannya. Puan ada sebagai representasi Ibu Mega. Dan Jokowi tentu tidak akan menjadikan dirinya Malin Kundang terhadap Ibu Mega. Jokowi perlu kenyamanan dan rasa enak hati. Toh keberhasialn seorang mentri koordinator dapat ‘tampak’ jika mentri-mentri yang dikordinatori baik. Rasa nyaman dan rasa enak hati juga harus diciptakan bersama-sama dengan partai rekan politik yang telah datang ikut mendukungnya untuk juga mendapat kue kekuasaan.

toilet

Sebuah tempat pembuangan sering menjadi ukuran perawatan pada suatu tempat. Sebuah toilet di rumah makan yang tampak rapi, nyaman, bersih dan wangi akan membawa imaginasi pelanggan tentang penanganan dapur yang bersih, baik, teratur dan memberikan isyarat tentang orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Jika anda masuk rumah makan periksa dulu toiletnya..

Senin, 25 Juli 2016

bersadar sampah

papan larangan yang pemasangannya
dipaku di pohon hidup.
Pernah melihat atau membaca tulisan semacam teguran, peringatan atau saran tentang sampah? Jika iya, berarti ada seseorang / sejumlah orang yang memperlakukan atau membuang sampah yang tidak pada semestinya yang mengakibatkan kondisi setempat tidak nyaman dan terjadi polusi. Dan, pasti ada orang atau sekelompok orang yang peduli dengan lingkungan dan menginginkan lingkungan yang aman dari polusi. Sangat bersyukur jika masih ada orang yang peduli dengan lingkungan ( alam ) dan mengajak untuk selalu bijak memperlakukan alam. Sangat disayangkan juga ketika papan bertuliskan larangan, saran atau anjuran, di paku pada pohon yang masih hidup (seperti pada gambar).

Sampah anorganik menjadi hal sangat mengganggu dan sangat berpotensi merusak alam, memotong rantai kehidupan dan pasti akan berpengaruh pada makhluk hidup penghuni bumi.  Olahan bahan baku dan bahan kimia dipadukan menjadi benda yang merusak alam, menghasilkan limbah, meracuni kehidupan dan mengotori bumi.

Sampah menjadi masalah di dunia yang terus maju dan modern. Setiap hari jutaan kubik barang calon sampah di pabrik-pabrik yang memperkerjakan orang-orang yang memerlukan uang untuk biaya hidup yang terus menuntut untuk dipenuhi setiap saat. Produksi barang-barang yang tak begitu perlu bagi kehidupan dan bukan kebutuhan  primer pun, terus diproduksi, setiap hari, tujuh hari dalam seminggu, duapuluh empat jam dalam sehari. Mainan anak-anak yang sekali jatuh rusak, bahan-bahan aksesoris yang sekali pakai, barang dari bahan plastik yang memerlukan ratusan tahun untuk lapuk, terus menerus di bikin demi untuk menghasilkan uang sebanyak mungkin.

Perilaku orang-orang yang tidak sadar dan tidak mau tahu bagaiamana mengelola sampah dan mengelola lingkungan alam sekitar masih lebih banyak daripada orang yang sadar. Seolah mereka menganggap seluruh permukaan bumi sebagai tempat sampah yang siap menampung sisa-sisa keperluannya.
Di setiap bekas kerumunan, di lapangan, di alun-alun, di tempat pertunjukan, pasti menyisakan sampah seusai acara.
!!!

Kamis, 21 Juli 2016

SYAIR SYIAR YANG MENGHIBUR

Banyak cara menyampaikan atau mengajak banyak orang untuk mengingat atau menyukai sesuatu. Seperti iklan, semua dibikin agar segalanya nampak indah, menyenangkan dan menghibur.  Hal ini menjadikan kita merasa sadar atau secara tak sadar sering greyengan pada waktu dan tempat yang tak terduga. Karena, menghiburlah alam bawah sadar kita terbawa susana yang bombong.

Kita sering mendengar shalawat Nabi Muhammad SAW yang dikumandangkan dengan nada lagu (pop) dangdut yang sedang populer di iringi musik hadroh yang khas. Salawat nabi itu menjadi sebuah syair yang menghibur dan easy going. Menjadikannya tembang tandakan di saat kita menyamankan diri seperti saat kerja di kebun sambil nembang sekenanya, seingatnya. Terbawalah kita dalam dunia pop yang tak perlu njlimet apa artinya, apa maknanya, apa tujuannya dan esensi apa yang ingin disampaikan.

Sangat efektif memadukan nada lagu yang sudah terkenal dengan syair yang sudah terkenal juga. Hasilnya menjadikan syair itu menjadi sangat akrab di telinga, populer dan mudah dinikmati. Ini jika tak memperdulikan makna dari syair yang ingin disampaikan.

Sinkretisme

Budaya Jawa sangat fleksibel. Ia mampu dengan mudah menerima dan mengadaptasi budaya atau kebiasaan lain dari luar basik budayanya sehingga muncul budaya atau cara baru dalam menyikapi atau melakukan sesuatu. Perpaduan dari berbagai paham-paham atau aliran-aliran agama atau kepercayaan lain menjadi sesuatu yang baru dan menjadi kebudayaan baru (sinkretisme), terus menerus  berjalan sehingga secara tak tersadari kebudyaan baru lahir, menggantikan budaya yang telah tertindih yang lambat laun terlupakan. Budaya yang telah tererosi itu bisa muncul kembali pada masa yang berbeda, bahkan bisa menjadi tren yang pada masa itu dianggap hal baru. Atau bisa saja hanya muncul sesaat, hanya sebagai kenangan untuk membangkitkan nostalgia dari satu ‘kaum’ yang pernah mengalaminya.

Secara budaya, syair Shalawat Nabi yang dinyanyikan yang dikawinkan  dengan lagu ( pop ) dangdut yang familiar di telinga seluruh tingkatan generasi dan mudah dinikmati, itu bukan sebuah permasalahan yang mengganjal pada proses perjalanan roda budaya. Jika semua elemen masyarakat atau sebagian besar masyarakat tidak merasa terganggu, itu akan berjalan terus dan bisa menjadi benih dari lahirnya budaya baru yang akan tercatat oleh generasi selanjutnya.

Shalawat Nabi Muhammad SAW, secara Islami adalah syair suci.  Kalimat sebagai penghormatan dan penjunjungan tinggi-tinggi ke-Rasul-an Nabi Muhammad SAW. Sebuah penghormatan yang diharapkan mendapat syafaat bagi yang mengucapkannya. Dan, kalimat suci itu, demi untuk dapat diterima dengan mudah, menyenangkan dan menghibur, disajikan dengan nada lagu (pop) dangdut yang sedang populer. Lagu yang dalam proses populernya ditayangkan dengan audio visual menampilkan penyanyi berdandan seksi (seronok), bergoyang sensual mengundang birahi dan suara yang di-seksi-seksi-kan. Dilihat dari kacamata Islam yang sederhana pun, tampilan audio visualnya, jelas tidak islami, ditambah lagi dengan suara yang sengaja berbumbu birahi. Lagu seperti: sakitnya tuh di sini, cucak rowo, dll, disadur nadanya dikawinkan dengan kalimat suci shalawat nabi, menjadikan kita terbawa pada aroma hiburan dan melupakan esensi dari kalimat suci itu. Kita menjadi terhibur, menjadi senang, terbius dan masuk dalam nuansa nada lagu yang menghantar syair. Nada lagu itu menyajikan dan membawa imajinasi kepada penyanyi berjoget di panggung berdandan seronok, bergoyang full mengundang birahi dan auratis. Menguaplah makna syair suci itu.

Secara budaya; itulah hasil karya cipta manusia. Secara seni, itulah sebuah keindahan, jika bisa dinikmati, kenapa tidak? Tak perlu repot-repot memikirkan dan membahas sesuatu yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Toh pintu sorga tak tertutup hanya karena itu.

                                                                                                Juli 2016.

Selasa, 19 Juli 2016

berhentilah sejenak

hujan, berhentilah sejenak. aku ingin menikmati rumput basah mengusap kulit kaki yang sengaja telanjang menyapamu. membiarkan pucuk-pucuknya melukai kulit, merasakannya. memberi sempat burung yang sedang berteduh di dedaunan, pulang ke sarang berdongeng tentang asap knalpot yang telah membuat hitam daun semuanya. tak mengapa mendung tetap ada, bersungut menahan konak. memilah sinar untuk jendela berbeda, pada pintu yang sama dengan arah tak terduga. jika masih sempat, datang dengan angin sepoi hanya sedikit basah. biar nafas bisa bicara tak tersendat, dengan aliran air di sungai kecil disamping kanan rumah. dengan muara kata, menyejukkan.

Senin, 18 Juli 2016

catatan malam tukang sampah

menjadi risih saja kalau banyak sampah berserakan setiap tempat, setiap waktu, setiap ruang.
tak ingin mengumpat mereka yang sembrono membuangnya dengan tak merasa bersalah, karena tak ada guna, suaraku akan menjadi mereka sombong, merasa berhak memarahi, karena pemungut sampah tak berhak untuk begitu bagi mereka. karena tugasku memang memungut sampah, karena mereka berhak, aku berkewajiban. karena bicaranya alam mereka tak mendengar. karena tangannya telah terbiasa bernista, terbiasa menutup telinga, terbiasa menutup mata dan hidung, meneguhkan hati yang keras.
mereka yang cekikan di mobil bagus, mereka yang berjingkrak-jingkrak pada sebuah pertunjukan, bersorak-sorak di menonton pertandingan, mereka yang di warung-warung, mereka yang keluar dari dapur bermuka capai; melempar sampah di jalan, di lapangan, di gedung, di sungai, di kebun, dihutan. dengan santai, innocent, tak juga ada merasa menyesal. kapankah yang begitu berganti hati dan berperilaku santun. pada alam, pada angin, dan protes sampah tanpa terdengar, yang tergeletak sembrono.
mengumpulkannya, tidak semua bisa untuk ditukar uang. menyempatkan juga membuang di penampungan dengan sisa-sisa tenaga dan waktu. karena rapi dan bersih sebuah kebahagiaan yang menyejukkan. karena senyum alam membasuh luka dan lelah. menyempatkan berdo’a sebelum tidur membaringkan lelah; semoga mereka bersadar tentang sampah. tentang alam, tentang polusi, tentang bumi dan tanah, tentang perasaan bumi.

Rudy Habibie



Karena anak perempuanku yang berumur delapan tahun lah aku menonton film Rudy Habibie. Iklan di tivi telah membuat anakku seperti ‘harus’ menontonnya. Entah apa yang ada di benakknya kenapa mengharuskan menononton. Saya tak juga menanyakan apa sebab Ia tertarik dan ingin sekali menonton. Bagiku, kali ini menebak sendiri apa yang ada di benaknya membuat saya terbawa ke masa kecil saya dulu tentang sebuah penasaran. Tentu penasaran saya dulu dengan penasaran anakku berbeda. Perbedaan waktu, informasi, tontonan, lingkungan, tren, menjadikan sebuah keinginantahuan anak berbeda dari jaman yang berbeda.

Saya tertarik dengan film Rudy Habibie karena faktor Hanung Bramantyo sebagai sutradaranya dan film sebelumnya Habibie dan Ainun. Tokoh BJ Habibi yang kecerdasan, keimanannya, sangat saya kagumi dan kecintaannya pada Indonesia yang luar biasa. Dalam film tersebut juga tergambarkan bagaimana kecintaan Habibi pada Indonesia. Hanung sepertinya sudah menjadi jaminan, bagi saya, tentang kualitas dari film yang digarapnya. Menikmati sebuah adegan dan bagaimana sang aktor bersikap pada sebuah kejadian dari sebuah cerita yang dibangun untuk disampaikan dengan arahan sutradara sekelas Hanung menjadi keasyikan tersendiri. Seting yang dibangun kadang meleset dari pemikiran saya, tapi malah menghasilkan sebuah ‘keterkejutan’ pada pemikiran di lain ruang.

Ada dua tema yang disampaikan pada film ini. Pertama tentang cinta Habibi dan Illona, dan keyakinan Habibi untuk membangun industri dirgantara di Indonesia. Habibi yang sangat yakin dengan cita-citanya, idealismenya yang kuat menjadi tampak terkesan ‘egois’, tak menggubris pendapat sebagian kawan-kawan mahasiswa lain di Jerman yang terkesan sekedar main-main dalam study.

Dalam film itu kita dibawa pada romantisme asmara, cinta, cemburu, cita-cita, di sekitar tokoh Rudy Habibie dan perjuangannya sebagai seorang mahasiswa jenius, non beasiswa. Tokoh Baharudin Jusuf Habibie menjadi magnet yang kuat untuk menyedot calon penonton datang ke gedung-gedung bioskop. Atau mereka yang menunggu untuk bisa menonton gratisan dengan copy paste atau download  di situs-situs tertentu.

Kebangkitan film Indonesia nampaknya sudah mulai dalam satu dasa warsa belakangan ini. Setelah tertidur karena tergusur oleh tontonan televisi yang berupa-rupa warna dan tak memerlukan uang untuk beli tiket dan waktu keluar rumah. Para awak televisi mengambil kesempatan itu dengan menggelontorkan hiburan ‘yang penting ramai’ tanpa memperhatikan mutu dan segala sebab akibat dari hasil produksinya. Segala tren yang sedang di gandrungi segera di adopsi dan di tayangkan sesegera mungkin.

Tahun 80an, film Indonesia begitu merajai. Gedung bioskop tak pernah sepi dan layar tancap hampir setiap malam minggu atau di hajatan-hajatan, tayang di pelosok-pelosok negeri. Meski masih dengan teknologi audio visual yang masih sederhana jika dibandingkan dengan kondisi sekarang, nyatanya penonton selalu ada dan penuh. Harus di ingat, jika faktor pilihan alternatif hiburan yang menggiring mereka nonton film.

Satu hal yang menarik, film Warko DKI ( Dono Kasino Indro), produk tahun 80an sd awal 90an, sekarang masih sering di tayangkan di televis, dan uniknya, meski sudah di tonton / menonton berkali-kali masih saja timbul rasa ingin untuk menonoton lagi dan menikmati lawakan segar yang tak pernah membosankan.


Sebuah hiburan yang membangkitkan imajinasi yang mendengkur karena rutinitas yang monoton.