menjadi risih saja kalau banyak sampah berserakan setiap
tempat, setiap waktu, setiap ruang.
tak ingin mengumpat mereka yang sembrono membuangnya dengan
tak merasa bersalah, karena tak ada guna, suaraku akan menjadi mereka sombong,
merasa berhak memarahi, karena pemungut sampah tak berhak untuk begitu bagi
mereka. karena tugasku memang memungut sampah, karena mereka berhak, aku
berkewajiban. karena bicaranya alam mereka tak mendengar. karena tangannya
telah terbiasa bernista, terbiasa menutup telinga, terbiasa menutup mata dan
hidung, meneguhkan hati yang keras.
mereka yang cekikan di mobil bagus, mereka yang
berjingkrak-jingkrak pada sebuah pertunjukan, bersorak-sorak di menonton
pertandingan, mereka yang di warung-warung, mereka yang keluar dari dapur
bermuka capai; melempar sampah di jalan, di lapangan, di gedung, di sungai, di
kebun, dihutan. dengan santai, innocent, tak juga ada merasa menyesal. kapankah
yang begitu berganti hati dan berperilaku santun. pada alam, pada angin, dan
protes sampah tanpa terdengar, yang tergeletak sembrono.
mengumpulkannya, tidak semua bisa untuk ditukar uang.
menyempatkan juga membuang di penampungan dengan sisa-sisa tenaga dan waktu.
karena rapi dan bersih sebuah kebahagiaan yang menyejukkan. karena senyum alam
membasuh luka dan lelah. menyempatkan berdo’a sebelum tidur membaringkan lelah;
semoga mereka bersadar tentang sampah. tentang alam, tentang polusi, tentang
bumi dan tanah, tentang perasaan bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar