Label

Selasa, 31 Oktober 2017

KESADARAN MEMBUANG SAMPAH

Sampah masih menjadi hal yang tidak diperhatikan oleh banyak orang. Sering kali pengendara mobil ataupun motor membuang sampah seenaknya di jalan ketika sedang melewat. Jalan dianggap sebagai tempat umum yang siapa saja boleh membuang sampah. Beberapa kali saya menjadi saksi seorang pengendara motor berhenti di atas jembatan dan seenaknya membuang sampah di sungai di bawahnya. Juga saya menyaksikan seorang bocah seumuran anak SMP yang berboncengan dengan ( mungkin ) ibu dan adiknya, membuang bungkusan plastik sampah di sungai ketika melewati jembatan, pada lokasi yang cukup ramai. Juga sering saya saksikan orang membuang sampah dari dalam mobil dalam perjalanan. Sepertinya mereka beranggapan, yang harus bersih dari sampah hanya di dalam mobil saja, di luaran, di jalan tak perlu diperhatikan dan bebas saja. Saya yakin jika ada orang biasa yang bukan aparat menegurnya, mereka akan marah dan merasa tak perlu dipersalahkan. Bahkan di sebuah sekolah, para siswa membuang sampah di sungai yang di dekatnya ada tulisan bijak tentang sampah, dan guru membiarkan kebiasaan itu. Jalan dan sungai seolah sebuah tempat pembuangan sampah yang siapa saja boleh menggunakannya. Di pinggir-pinggir hutan juga kita sering melihat sampah yang dibuang sembarangan. Di bekas-bekas keramaian, pasti ada sampah berserakan seluas tempat yang berkerumun.

Konsep bersih dari sampah, hanya di sekitar tempatnya tinggal. Jika di rumah, bersih yang terpikirkan hanya di dalam rumah dan di halaman depan. Di mobil saat dalam perjalanan, bersih hanya untuk di dalam mobil, jalan menjadi tempat sampah yang panjang dan luas. Penghuni sekitar jalan adalah orang yang tak dikenalnya dan tak perlu diperdulikan. Dan cara mudah membuang sampah sambil berlari adalah pilihan yang tak perlu diragukan.

Perlu penyadaran yang intens kepada seluruh penduduk untuk berbuat bijak dalam memperlakukan lingkungan, agar tidak membuang sampah dengan sembarangan di sembarang tempat. Karena tempat tinggal bukan hanya lingkup kecil sesaat ketika berada. Lingkungan secara keseluruhan adalah satu kesatuan yang saling berkaitan. Harus ada pendidikan sejak dini kepada anak-anak dan juga semua generasi tentang bagaimana  menyikapi dan meperlakukan sampah pada lingkungan secara keseluruhan.

Undang-undang atau peraturan tentang sampah harus ada dan segera diberlakukan. Denda yang tinggi dan hukuman yang berat bagi pelanggar agar memberi efek jera bagi calon pelanggar. Jika cara sebagian besar orang memeperlakukan sampah dengan sembarangan dibiarkan dan terus menerus menambah polusi, kerusakan lingkungan akan terus meningkat dan pasti mempengaruhi kualitas berkehidupan manusia.

Kesadaran membuang sampah, sangat darurat.

Selasa, 24 Oktober 2017

ndilalah

Dalam bahasa Jawa ndilalah itu diartikan sebagai sesuatu kejadian yang diluar rencana dan tak terduga. Ada kekuatan lain dalam kejadian yang disebut ndilalah. Kekuatan Yang Maha Kuasa yang mengatur kejadian tersebut, sehingga apa yang tak diduga menjadi sebuah awal jalan yang baik atau sebaliknya. Baik atau tidak baik menurut versi sementara bagi si penerima ‘ndilalah’, karena jalan panjang yang berubah arah karena kejadian ndilalah, belum bisa diketahui sepenuhnya.

Sebuah kejadian atau hasil sebuah proses, yang bagi kita sekarang dianggap tidak menyenangkan dan mengecewakan, bisa saja dikemudian hari ternyata menjadi sebuah awal yang lebih baik dari yang kita duga dan dicita-citakan. Kekeceewaan seseorang seringkali terjadi karena sesuatu yang terjadi tidak sesuai harapan pada waktu yang diinginkan. Waktu menjadi sebuah ukuran keberhasilan. Semakin pendek waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan keberhasilan, makin terasa sebuah kesuksesan. Meski tidak tahu apakah kesuksesan itu akan berlanjut dala jangka panjang atau hanya sesaat yang melenakan. Sebuah proses pencapaian yang diperoleh dengan lambat tapi terus berkembang sering menimbulkan rasa tidak sabar yang kemudian mencari jalan lain yang lebih cepat.

Masa yang akan datang adalah misteri bagi setiap manusia. Kejadian sepuluh menit kemudian pun kita tak bisa memastikan akan terjadi begini, akan terjadi sesuai rencana. Manusia hanya bisa membuat rencana dan dalam pelaksanaanya tergantung pada campur tangan Tuhan. Bisa saja sebuah rencana berjalan sesuai dengan yang inginkan, tapi bisa juga sebaliknya. Campur tangan Tuhan itulah yang disebut ndilalah. 

Seseorang terlepas dari kecelakaan maut karena ndilalah ia terlambat datang sehingga ketinggalan bis yang dalam perjalanan terjadi celaka. Seorang serdadu selamat dari pertempuran hebat karena ndilalah ia terperosok dalam lubang dan terhindar dari serangan musuh. Seseorang tidak lolos dari ujian karena ndilalah pas hari ujian ia sakit. Seseorang tidak jadi berangkat liburan karena ndilalah ada sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan. Dan, ketidakbisaan itu kadang menjadi jalan lain yang kita tidak tahu sebelumnya dan tak direncanakan yang ternyata lebih baik dari yang kita rencanakan sebelumnya.

Ndilalah itu campur tangan Tuhan dalam sebuah kejadian yang berkelanjutan. Tentu ini bagi yang percaya Tuhan. Sebuah misteri yang datangnya tak pernah kita tahu dan kapan ndilalah itu terjadi. Merencanakan sesuatu untuk melakukan apa-apa yang akan datang, itu sebatas kemampuan manusia yang harus tunduk dan menerima ndilalah apapun yang terjadi. Bukan pasrah terhadap campur tangan Tuhan dan tidak berbuat apa-apa, tapi ndilalah itu datangnya sesuai rencana Tuhan, hanya kita saja yang tak bisa memahami.

Ndilalah itu rencana Tuhan yang kita tidak bisa tahu dan tidak bisa memahami. 

Sabtu, 21 Oktober 2017

PRIBUMI, kenapa ?

Tiba-tiba saja saya pengin menyatakan lebih tegas, saya pribumi!
Pidato perdana Gubernur DKI 2017-2022, Anis Baswedan yang menyelipkan kata pribumi yang kemudian menjadi pembahasan di berbagai media, telah menyadarkan kalau pribumi masih perlu bangkit lagi agar tidak terjajah dan terpinggirkan. Lepas dari penggunaan kata pribumi yang telah di atur lewat UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis dan juga diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 26 tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Nonpribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyeleng-garaan Pemerintahan, faktanya masih ada tanggul pemisah antara pribumi dan non-pribumi.

Jika kata Pribumi diartikan sebagai siapa saja warga Negara Indonesia yang setia membela negara, mengakui lahir bathin kewarganegaraannya, dan selalu ingin Indonesia lebih maju dan baik dengan tidak ikut merusak seluruh tatanan negara. Berapa prosen orang non pribumi yang telah lahir turun temurun di Indonesia yang berlaku demikian? Dan berapa yang berlaku sebaliknya. Dan, apakah mereka juga merasa pribumi dengan sepenuh hati? Dan, tidak merasa ingin menyingkirkan pribumi ke pinggiran dan lambat laun membangun diri menjadi super power di sekelilingnya?

Keinginan sebuah kelompok pada ras tertentu untuk membuat pagar di sekelilingnya dan membuat sebuah wadah adalah hal yang manusiawi. Sekelompok orang yang merasa ras keturunan, meskipun nenek moyangnya lahir di sini dan entah generasi ke berapa, akan merasa senasib sepenanggungan dengan kelompoknya. Mereka akan merasa sebagai satu saudara yang saling perhatian, saling mendukung dan merasa harus menjadi satu ikatan agar kuat dan tidak dilemahkan oleh yang lain. Itu bisa saja terjadi di mana pun dan pada kelompok manapun

Orang pribumi juga sangat wajar untuk menjaga eksistensinya dan berperan aktif dalam segala hal dalam wilayah negaranya. Juga wajar saja jika dalam hatinya merasa lebih berhak, meski jika jadi pejabat publik, kata-kata merasa lebih berhak tidak akan diucapkan disembarang tempat. Ada cara halus mengatakannya pada lingkungan, ruang dan waktu tertentu dan cara berbeda pada komunitasnya. Jika kelompok sebelah membuat sebuah kelompok eksklusif dengan merasa perlu membentengi kelompoknya, apa kita harus diam saja demi agar tidak disebut rasis? Apa mereka tidak bisa disebut rasis dengan caranya mengelompokan diri?

Idealnya, hidup berdampingan tanpa melihat ras, agama, suku dan golongan. Saling bekerjasama, bantu membantu, saling memberi, saling menolong dan tak ada pertentangan perbedaan dalam menjalankan perintah agama. Karena tak ada satupun yang bias menolak kita dilahirkan dari suku atau ras mana. Kita lahir langsung menyandang ras tertentu pada tempat yang tertentu yang tidak bisa ditolak. Akan sangat indah jika tidak perlu bersusah payah berkelompok-kelompok berdasarkan ras / suku agar lebih ( merasa ) superior dibanding dengan yang lain. Itu bisa terwujud jika tidak ada yang mendahului untuk membuat kelompok yang dilandasi persamaan ras yang kemudian berkelanjutan untuk unjuk kekuatan pada yang lain.

Jika hanya menghindari kata pribumi agar tidak dicap rasis tapi membiarkan yang non-pribumi membuat kelompok pada ras-nya, apa itu yang disebut bijak? Membiarkan yang diluar ras-nya membangun diri untuk menjadi kuat, dan membiarkan kelompoknya tercerai berai demi untuk disebut menghargai dan anti rasis, apa itu tindakan yang baik dan perlu dihargai?

Kita tetap harus menjadi tuan di negeri sendiri, bukan membiarkan yang lain lambat laun mau menjajah kita. Yang lahir dan besar di negara ini, siapapun, ras manapun, suku manapun, yang merasa telah menjadi pribumi, mari bersama-sama membangun. Yang merasa non-pribumi padahal lahir besar di sini dan tidak punya rasa patriotisme, apa akan terus mengekslusifkan diri dan marah jika tidak mendapat persamaan hak. Kalau begitu yang rasis siapa?

POSE CALON KADA

Berpose untuk dipampang di pinggir jalan dan di banyak tempat, pasti dibuat sebagus mungkin demi untuk menciptakan daya tarik bagi siapa saja yang melihat. Pose gambar yang dipilih dari sekian banyak foto, tentu dengan berbagai macam pertimbangan. Pada sebuah iklan produk, pose personal ( model iklan ) yang menawarkan produk sekedar sebagai ‘jalan masuk’ bagi produk yang ditawarkan. Pada iklan calon kepala daerah ( Kada ), photo yang terpampang itulah yang harus membuat si pelihat tertarik dan mendukung.

Ada yang bergaya santai dengan senyum. Ini mungkin sedang menyampaikan pesan, saya orangnya ramah, welcome, dekat dengan siapa saja dan siap menjadi pemimpin yang memperhatikan rakyatnya.

Ada yang pasang muka serius, berpeci, bersorot mata tajam mentap sedikit tinggi tanpa dipoles senyum. Tak ada background yang warna warni. Sebuah keseriusan dan ketegasan terkesan pada posenya.

Ada yang berpose dengan memakai jas hitam, berdasi, memakai peci dengan tanpa senyum, bersorot mata datar. Kesan yang terbaca, saya juga mencalonkan diri jadi kepala daerah lho...

Ada yang tersenyum yang cukup lumayan akting senyumnya, dengan mata menatap sedikit tajam agak redup. Dan berkesan, ayo dukung aku, karena aku yang siap dan paling bisa.

Ada yang seperti foto KTP dengan di iringi tulisan program unggulan normatif. Tak bayak kesan yang bisa terbaca, hanya kita bisa menebak kalau orang ini juga ikut memproklamirkan diri sebagai calon kepala daerah.

Ada juga yang berpose memakai peci seolah sedang berbicara di belakang meja di depan banyak orang, memegang mik dan menengok sudut 450 tapi bibirnya tertutup seperti tidak sedang ngomong apa-apa juga seperti tidak sedang memperhatikan apa. Kesan yang ada, saya biasa ngomong di depan banyak orang, tapi ini foto bukan lagi ngomong di depan banyak orang dan saya mencalonkan diri jadi kepala daerah.

Dan semuanya bersimpan makna, jadi kepala daerah itu nikmat, makanya saya pengin mencoba.

Rabu, 18 Oktober 2017

MENANGKAP IDE

Bagi seorang yang punya hoby menulis, menyelesaikan sebuah tulisan yang berawal dari ide unik yang tak sengaja nangsang di kepala adalah sebuah pelepasan kenikmatan yang mengasyikan. Seperti juga mungkin bagi seorang yang punya hoby mancing, mendapatkan ikan sampai tertangkap penuh menjadi sebuah kenikmatan tersendiri tanpa perlu merasa empati pada ikan yang mulutnya tertusuk pancing. Ikan bukan tujuan utama memancing, demikian juga dalam menulis, uang atau laku atau tidak laku sebuah tulisan bukan tujuan akhir untuk mendapatkan keasyikan. Proses menuangkan ide dalam bentuk tulisan atau gambar, setiap urutan berproses merupakan anak tangga yang setiap centinya harus ternikmati tanpa sedikit pun terlewat. Bukan sebuah kesusahpayahan. Sebuah penikmatan dalam melakukan.

Sebuah proses dengan hasil yang baik, pasti akan lebih menyempurnakan keindahan berproses. Berhenti ditengah jalan dengan tidak tahu alasan terhenti, menjadi sesuatu yang mengganjal di seluruh indera. Ketika gagal menuangkan ide secara keseluruhan atau sebagian ada yang ‘tersangkut’ tak tertuangkan karena tak ada kalimat atau gambaran yang bisa sepenuhnya mewakili ide, bisa jadi itu menjadi penghambat untuk melanjutkan menuangkan ide, atau malah bisa jadi menjadi awal ide lain yang berkembang bercabang-cabang.

Ide seringkali mucul tiba-tiba di benak, di tempat dan ruang yang tak terduga. Indera kita menjadi pintu sekaligus penerima ide. Alam, ruang dan waktu menjadi perangsang lahirnya sebuah ide yang dibidani oleh pemikiran yang kreatif dan inovatif. Sebuah rangsangan ide bisa menjadi berbeda-beda pada setiap individu. Bagi individu yang kreatif, ide bisa lahir dibanyak tempat tanpa perlu rangsangan yang kuat untuk lahirkan sebuah ide.

Sebuah ide yang muncul tiba-tiba, bisa saja kemudian lenyap jika tanpa kita catat. Ini bisa terjadi karena otak kita tak sempurna menyimpan. Jika tidak ingin ide yang lahir di sembarang tempat dan sembarang waktu lenyap tanpa di tindaklanjuti, catatlah pada apa saja yang bisa untuk mencatat. Jika dalam perjalanan, berhentilah dan catat. Kondisikan dan persiapkan setiap saat seluruh indera untuk menampung begitu banyak ide yang bergelantungan di sembarang tempat.

Dan, sempatkanlah waktu untuk menuliskan ide dan menikmatinya. 

Sabtu, 14 Oktober 2017

BERDO'AKAH ORANG ATHEIS?

Berdo’a itu berharap atau meminta pada Tuhan agar cita-cita, keinginan, harapan, menjadi kenyataan sesuai dengan keinginan. Tuhan itu sebuah subyek yang mempunyai kekuasaan maha luas dan maha segalanya untuk menentukan tata kehidupan dan semua yang ada di alam raya. Bagi orang yang percaya Tuhan, meminta sesuatu saat semuanya seperti  buntu dan tak tahu mana jalan yang harus dipilih, berdo’a, bisa menjadi obat untuk keluar dari kegelisahan. Melepas lelah dan bersandar pada kekuatan yang maha tahu mana yang terbaik untuk keseluruhan kehidupan.

Orang yang  tak percaya Tuhan, pernahkah ia berdo’a? Jika ia berdo’a, pada sosok siapakah ia memohon sebuah harapan untuk terkabulkan? Semoga-nya orang atheis apakah hanya sebuah harapan tanpa merasa ada kekuatan lain yang bisa berpengaruh pada sebuah kejadian. Apakah sebenarnya ia percaya adanya Tuhan, hanya tidak mau melakoni segala perintah Tuhan yang terwadahi pada sebuah ajaran yang disebut agama.


Jika seorang atheis benar-benar tidak percaya Tuhan dengan segala kekuasaannya, berarti ia hidup hanya bertanggung jawab pada kehidupannya di dunia, dan dunia menjadi segalanya untuk kesempatan sekali saja. Lahir dari rahim ibu, bagi seorang atheis, mungkin saja dianggap hanya sebuah proses alamiah dan tak ada campur tangan Tuhan. Tak ada nasib dan tak ada takdir. Pernahkah mereka berharap untuk percaya adanya Tuhan?

Jumat, 13 Oktober 2017

PAMER ITU “PERLU”

Dikenal itu perlu untuk sebuah barang yang akan di jual untuk mendapatkan uang. Itulah makanya sering diadakan pameran dagang, pameran produksi, pameran kegiatan, dsb. Pamer untuk sebuah barang produksi yang diciptakan untuk mendaptkan laba dari sebuah proses produksi yang panjang, di kenal oleh calon pembeli adalah sebuah keharusan. Tanpa di kenal, akan sangat minim barang itu terbeli dan ini akan menjadikan si pembuat barang rugi, tak kembali modal. Itulah makanya berpamer itu perlu dalam sebuah perdagangan  pada rangkaian lingkaran produksi.
Berpamer sebuah keahlian juga perlu jika jasa keahlian itu memang untuk di jual. Seseorang atau sekelompok orang yang punya keahlian tertentu dan keahlian itu sengaja untuk memperoleh penghasilan, perlu ada upaya untuk meyakinkan para calon konsumen kalau keahliannya tidak mengecewakan jika dipakai.
Dalam berpamer seperti di atas, kita memkluminya. Karena sebuah produk, jasa dan barang, yang mau dijual dengan tanpa di kenal orang, akan tidak maksimal penghasilan yang diharapkan dari kegiatan itu.
Akan terasa lain jika yang dipamerkan itu sebuah jasa telah menolong orang, pamer punya barang bagus, pamer punya uang banyak, pamer nyumbang dana besar, pamer berjasa pada sesuatu. Pamer yang sering disebut sebagai riya. Menunjukkan sesuatu yang sebenarnya tidak perlu bagi orang lain, tapi dirasa perlu bagi yang berpamer.
Sebuah perbuatan riya akan menjadi sebuah perbuatan yang tidak disukai walaupun mungkin saja yang tidak suka juga pernah berbuat riya dengan disadari atau tidak disadari. Untuk menyatakan eksistensi dirinya dalam lingkungan pergaulannya, banyak orang yang merasa pamer itu perlu. Pergaulan yang semakin luas di dunia maya dan semakin sempit bergaul secara fisik, sebuah keberadaan diri perlu dijaga agar tak hilang perlahan terlupakan orang-orang disekeliling dan orang-orang yang dikenal lewat internet yang dijembatani oleh media sosial yang terus tumbuh berebut tempat.
Dalam dunia maya yang di jembatani oleh internet dan di wadahi oleh media sosial, gaya atau perilaku pamer menjadi sebuah semacam ‘hobi’ bagi sebagian orang. Semua yang dirasa asik dan menggembirakan baginya, akan terasa tidak hambar jika tidak dipamerkan dalam media sosial. Sepertinya, semua orang harus tahu kalau “saya” ini sedang begini dan kamu harus peduli dengan keadaanku. Komentar di bawahnya dan “like” menjadi tambahan kegembiraan. Jika yang komentar banyak dan mengena, dan yang  “like” berjumlah banyak, makin bertambahlah senang dan membawanya seolah begitu banyak orang yang peduli keadaanya, banyak orang yang mengerti dan tahu. Meski tak bisa memilah mana yang berkomen dan ber”like” main-main dan tidak. Dalam duni media sosial, tak ada beda “nge-like” yang sungguhan dengan “nge-like” yang sekedar saja untuk basa basi atau malah sambil mencibir saat pencet tombol like.
Kadang juga berpamer dalam bentuk minta do’a, “Insya Alloh saya mau beli anu, bla bla bla bla, mohon do’anya ya teman2”, berpamer kepunyaan, memposting foto-foto dengan latar belakang rumah yang bagus, mobil yang bagus, atau acara-acara yang dianggap bisa mengangkat derajat sosialnya. Sepertinya, bukan do’a dari teman-teman yang diharapkan, tapi lebih penting kalau teman-temannya tahu kalau ‘aku’ mau beli ini yang harganya mahal dan tak semua orang bisa beli.

Bisa berpamer dan mendapat respon dari orang-orang yang dipameri, adalah sebuah kesenangan dan melupakan tentang ‘hukum’ riya. Jika berpamer itu menggembirakan, dan berbuat sesuatu yang menggembirakan itu perlu, maka berpamerlah, dan lupakan apa itu yang isebut riya.