Label

Minggu, 07 Desember 2014

Golkar pecah

Begitulah politik, yang ada hanya kepentingan, kepentingan partai, kepentingan kelompok, kepentingan individu.  Jangan terlalu percaya jika para politikus mementingkan rakyat dan mengutamakan kepentingan negara. Jika Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merasa penyelamat partai mengadakan munas lebih dulu, di Golkar yang merasa sebagai kelompok penyelamat partai mengadakan munas setelah Munas di Bali yang mengusung Abu Rizal Bakri sebagai ketua umum.

Semua bermula dari perbedaan kepentingan. Tentu kepentingan kelompok untuk ke depannya. Bahkan kepentingan ini bisa mengerucut ke kepentingan pribadi. Setiap personil yang bermain di dunia politik punya cita-cita yang berhubugan dengan dirinya di masa datang. Cita-cita politiknya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya; keyakinan agama, pandangan politik, kecenderungan bentuk kenegaraan, bisnis yang dilakoni, kemungkinan kesempatan yang bisa dimasuki, kedekatan pada tokoh yang bisa membuat dirinya eksis, kondisi masyarakat terkini dan kemungkinan yang akan datang. Semua menjadi bahan pertimbangan untuk memutuskan seseorang memilih bergabung pada partai tertentu, atau di dalam sebuah partai pun, harus berkeputusan memilih salah satu kubu jika terjadi perpecahan.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, sering para politikus berpindah partai untuk mencari suasana yang lebih membuat dirinya eksis dan bertahan lebih lama. Ia akan cermat mempertimbangkan semua faktor yang punya kemungkinan terbesar berpengaruh sampai kemungkinan terkecil yang bisa mempengaruhi ke-eksis-annya di masa datang dalam karir politiknya. Di dalam berkomentar dan bersikap pun dalam sebuah kasus yang sedang mendapat perhatian besar dari publik, seorang politik harus pintar-pintar mencari kalimat agar para rakyat bersimpati dan terkenang sehingga dalam pemilu depan politikus tersebut masih diingat.

Kecenderungan dalam langkah berkeputusan politik tidak hanya dilakukan secara person per person. Secara partai pun dilakukan. PDI-P misalnya, ketika memposisikan dirinya sebagai oposan, partai tersebut menolak dengan keras keputusaan pemerintah yang katanya tidak berpihak pada rakyat (seperti kenaikan harga BBM), ini untuk menarik simpati rakyat. Penolakan tersebut lengkap dengan argumen dan perhitungan-perhitungan yang njlimet dan argumentis. Dan tak heran ketika PDI-P itu berkesempatan mengusung pemerintahan, Ia langsung menaikan harga BBM, tentu dengan argumen-argumen yang lengkap dengan pengantar kata-kata politis dengan dalih demi kepentingan negara yang lebih besar dan untuk kepentingan rakyat juga. Rakyat menjadi obyek yang diperebutkan perhatiannya, karena rakyatlah yang punya suara berkuasa atau tidaknya seseorang atau sebuah partai.

Jika Partai Golkar sekarang pecah, itu juga karena perbedaan pandangan dari tokoh-tokoh di dalam partai tersebut dan atau ada pula pengaruh-pengaruh dari luar partai. Yang mempengaruhi tokoh-tokoh partai tersebut juga punya kepentingan. Hanya ada kepentingan abadi dalam politik. Pecahnya dua partai, PPP dan Partai Golkar, karena ada dua kubu yang berbeda kepentingan dan berbeda paham, yaitu kubu Koalisi Indonesia Hebat dan kubu Koalisi Merah Putih.
Berebut kekuasaan memang memerlukan dukungan dan tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Harus ada kelompok-kelompok orang yang berseragam pandangan, tujuan, dan jalan yang akan ditempuh. Jika ada beberapa tokoh yang masing-masing merasa punya kekuatan untuk mengendalikan partai, tapi diantara mereka terjadi ketidaksamaan pandangan dalam berpolitik maka akan terjadi perpecahan apabila berbagai cara untuk bertemu tidak tercapai dalam satu titik kesepakatan.

Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan Pecah, tentu ada pihak yang diuntungkan dan ada pihak yang dirugikan. Dua perbedaan kepentingan itulah yang terus berjuang untuk memenangkan pertarungan agar karir politiknya punya nafas lebih lama. Maka yang berniat masuk ke dunia poitik, bersiaplah untuk tersungkur, di tikam dari belakang oleh teman dan harus pula tega menjungkalkan teman jika mau lebih lama bertahan dan eksis.     

7 Nopember 2014

Sabtu, 29 November 2014

hujan kemarin sore II

aku selalu menyukai hujan, menantikannya. menikmati setiap tetes yang tak seluruhnya segera jatuh ke bumi. ada banyak menjadi embun, membasahi tembok, membasahi kaca, mencipta alur air membawa debu. kilat halilintar jadi pengingat, jangan lewatkan hujan yang tentu datang saat kau merindu.
hujan kemarin sore, masih membuat sungai mengalirkan air dari ribuan bukit-bukit telanjang menggigil kedinginan. aku merindu arus sungai yang tak keruh saat hujan mengguyur deras. hutan yang menyimpannya dan membagi maka sungai tak muntah. tak menggenangi halaman rumah, tak masuk dapur, tak menyeret anak-anak yang sedang asyik bermain game di depan tivi di ruang tengah. jika tak menumbuk hutan gedung-gedung berbeton, tentu tidak.
aku masih ingat saat reda, hujan yang bertetabuhan semakin lirih. tetesannya lembut mengajakku untuk duduk di teras bersanding teh hangat tak terlalu pahit.

aku merindu hujan yang tak membuat banjir, yang tak merusak. 

Jumat, 28 November 2014

membangun trotoar



bapak-bapak membangun trotoar disepanjang jalan perkotaan. Mengecatnya, menempatkan warna yang serasi agar mata berasa nyaman memandang. drainase diperbaiki, dirapikan. ditanaminya pohon peneduh agar saat panas tak menyengat, agar hujan tak langsung menghujam tanah, agar udara menjadi segar, agar burung bisa berdendang di dahannya dan beranak pinak. 

bapak-bapak membangun trotoar, para pedagang kalilima mengintip. menandai tempat, tengak-tengok kanan kiri atas bawah. ‘akan aku buka lagi tempat dagang di sana.’

sebelum pohon peneduh rindang, torotoar baru yang dibangun bapak-bapak. segeralah atap-atap bedeng kaki lima menutupnya. bergelantungan  warna-warni barang dagangan dihiasi promosi, harga murah barang berkualitas, bergelantungan menari-nari bersenyum-senyum menyapa.
sampah-sampah plastik bertebaran, pewarna makanan membentuk lukisan melompat-lompat, lalat segera berkembang biak terbang hinggap disana disini, di tempat kotor di tempat tak bersih.

Jumat, 21 November 2014

Hujan kemarin sore


hujan kemarin sore, ketika aku pulang, selalu memngingatkanku tentang jalanberlubang-jalanberlubang yang tak pernah sempurna tertutupi. jejak sejarah pemerintah. tercatat amarah tumpah. air-air menggelontor menggerus bahu jalan, mengaliri drainase yang rusak, yang tetutup tanah dan batu-batu, yang bercecer sampah plastik sepanjangnya.

ini hari dan besok seterusnya, aku melewatinya lagi. berharap diperbaiki, berdoa tak terlalu banyak anggaran yang dikorupsi. tak ada sensasi berita kebobrokan terdengar,  tak ada kelakuan penggede terhormat  bercakaran berebut kursi kekuasaan berkoar lantang, hipokrit; demi rakyat

Rabu, 19 November 2014

Bukan hal keliru, barangkali



bukan hal yang keliru jika berharap pada pemimpin baru, meski sering tak terujud harapan-harapan itu pada kemarin. mencoba yang begini barangkali bisa begitu, mencoba yang belum pernah seperti sebelumnya, barangkali bisa lebih baik. Berkritik, bukan tidak suka, hanya barangkali bisa terdengar, barangkali menjadi pertimbangan.

Bukan hal yang keliru jika masih berharap, kita bisa aman sejahtera, meski telah berkali-kali kecewa, meski berkali-kali jauh dari angan-angan. Karena langit masih biru, karena langit masih mau menampung awan-awan tempat menyandar harapan yang ditinggalkan di sebelah bintang-bintang yang tak pernah berhenti berkedip. Karena laut masih berwarna biru meski air dari hulu coklat penuh lumpur dan sampah busuk. Karena hujan masih turun bening. 

Mereka yang berbeda pendapat, semoga karena Indonesia tercinta ini, semoga bukan untuk kepentingannya sendiri,

Rabu, 12 November 2014

haus gol



Saya kerap mendengar kalimat ‘penyerang haus gol’ pada pemberitaan sepak bola, dan selalu berpikir apakah kalimat itu tepat untuk menyampaikan kabar tersebut. Kata haus secara harfiah berarti berasa kering di kerongkongan dan ingin minum. Jika diterapkan pada kata ‘penyerang haus gol’ mungkin bisa dimaksudkan; penyerang yang selalu ingin membuat gol. Pada kontek kalimat ini, penyerang yang disebut ‘haus gol’ adalah penyerang yang sering memuat gol dalam kondisi dan posisi apapun. Ia bisa berkleit dari hadangan lawan dan mencari ruang untuk membuat gol dengan tendangan yang spektakuler dan sulit diduga lawan juga oleh penjaga gawang. 

Berkaitan dengan kata ‘haus gol’ ini, seperti hanya si penyerang itulah yang haus gol. Padahal di lapangan, setiap pemain merasa haus untuk menciptakan gol, bahkan seorang kiper pun. Apakah seorang yang pandai membuat gol dalam situasi dan kondisi apapun bisa disebut ‘haus gol’?. Mungkin kata haus gol akan lebih tepat jika digantikan kata lain seperti ‘bomber mematikan’ yang juga sering dipakai dalam pemberitaan. 

Sebuah kalimat yang sudah kadung membumi akan menjadi kalimat yang terus dipakai meski kata atau kalimat tersebut tidak tepat.    
Ada banyak lagi kalimat semacam itu...

Senin, 10 November 2014

Ridwan Kamil, Persib, RI 1 2019-2024.



Bagi para pecinta sepak bola Indonesia, keberhasilan Persib menjuarai ISL 2014 pasti sudah mengetahuinya. Kompetisi sepak bola tertinggi di ranah persepakbolaan Indonesia diakhiri dengan indah oleh Persib setelah melawan Persipura, sang juara bertahan, melalui adu pinalti setelah melewati perpanjangan waktu hasilnya masih imbang 2-2. Sembilan belas tahun menanti, akhirnya penantian itu terbayarkan. Terakhir sebelumnya Persib menjurai Liga Perserikatan di tahun 1995. 

Ini hasil akhir dari Kompetisi sepak bola di Indonesia yang berlabel ISL (Indonesia Super League) dan Persib menjadi kampium. Sepak bola telah menjadi olahraga yang paling banyak peminatnya. Kesukaan pada sepakbola menjadikan begitu banyak orang yang mengorbankan harta, pikiran dan waktu demi untuk menonton sepak bola, terlebih jika yang sedang bertanding klub kebanggannya. Dalam sepakbola bukan hanya 22 pemain, tiga wasit, pelatih, panitia pertandingan dan beberpa anak gawang, banyak sekali orang yang terlibat persepakbolaan, baik yang terlibat aktif atau terlibat pasif.
Ketenaran sepakbola bisa sekali mengangkat nama seseorang menjadi melambung tinggi, terkenal ke seluruh jagat raya sepakbola, terkenal dari anak-anak dipegunungan sampai kakek-kakek di pinggir pantai di daerah terpencil. Dan Persib telah berhasil membuat bangga para bebotohnya. Serta merta kegembiraan itu ditampung dalam sebuah suasana yang disebut pesta. Piala simbol kemenangan itu diarak keliling kota Bandung untuk menggugah rasa kebanggaan dan patriotik dari dada para penggila bola.

Dan, Ridwan Kamil ada diantara kegembiraan mereka, menjadi bagian penting dari sebuah klub sepak bola yang dinamai Persib. Sebuah keberuntungan baginya, kemenangan Persib pas ketiak Ia sedang menjabat sebagai walikota dengan menyandang nama harum sebagai walikota yang baik. Seluruh mata Indonesia tentu mengarah ke sana, bagaimana sang walikota Bandung itu mencukur gundul kepalanya sebagai nazar jika Persib menang. Nazarnya seorang walikota sekaliber Ridwan Kamil tentu sangat berbeda dengan nazarnya orang biasa saja. 

Jika Ridwan Kamil mau berada dalam politik terus dengan ‘kondisi’ seperti sekarang ini, Ia bisa menjadi seperti Jokowi yang dengan sangat baik memanfaatkan momen untuk mengkampanyekan dirinya. Jika Jokowi terkenal lewat mobil SMK, maka Ridwan Kamil bisa lebih mempopulerkan diri lewat sepakbola. Apalagi Ia menjabat 2013-2018, yang artinya setahun sebelum Jokowi turun, Ia bisa bersiap diri.  Jadi, lewat sepak bola Ridwan Kamil bisa menjadi RI 1 2019-2024. Kita tunggu..