Pilkades akan
dilaksanakan pada awal bulan Mei di desaku. Hampir seluruh Kepala Desa di
Kabupaten Banyumas akan berakhir masa jabatannya pada bulan Juni 2013.
Kebersamaan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa karena proses pemilihan dan
pengangkatannya dulu hampir bersamaan. Ada memang Kepala Desa yang masa jabatan
tidak bersamaan, karena ada Kepala Desa yang masa jabatannya berakhir karena
sebab-sebab lain seperti mengundurkan diri, meninggal dunia atau diperhentikan.
Pemilihan Kepala
Desa menjadi hal menarik dan perbincangan yang hangat dan menyenangkan di
setiap sudut desa. Dimana ada sekumpulan orang kemudian membahas masalah kans calon
kepala desa, sering berkembang menjadi perbincangan yang rumit dan muncul seloroh
atau lelucon yang sering menggesek calon kepala desa. Semua seolah menjadi
mata-mata untuk calon yang didukungnya dan membuat analisa sendiri untuk
dibahas sesama botoh, dalam pertemuan para pendukung seorang calon. Berbagai
trik dan taktik dilakukan untuk mejatuhkan daya jual lawan dan meningkatkan
calon yang didukungnya. Para botoh itulah yang lebih dominan meramaikan suasana
menjelang pemilihan Kepala Desa, sampai puncaknya pada hari H yang membuktikan
hasil dari seluruh pola daya botoh dan para calon untuk menarik simpati
masyarakat.
Sebagai
sebuah proses politik tingkat paling bawah, Pilkades sering menjadi sebuah
pergelaran demokrasi untuk memilih calon Pemimpin di sebuah desa dengan tidak
atau kurang memperhatikan kapabilitas si calon. Unsur kekerabatan menjadi
bagian penting bagi si calon apakah Ia akan menang atau tidak. Unsur
kekerabatan dalam satu ‘wadah keluarga besar’ akan menjadi sangat berpengaruh
di desa-desa yang penduduknya masih dominan pendudk asli, dan akan berbeda pada
desa-desa diperkotaan. Rasa persaudaraan menjadi pertimbangan tertinggi dalam
memilih. Unsur dendam juga menjadi
salah satu pemicu seseorang dalam memilih. Seorang yang mempunyai masa lalu
yang tidak mengenakkan dengan salah satu calon, bisa saja menjadi ajang
pelepasan dendam. Keadaan itu biasanya akan menambah hangat suasana dan
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh calon lain, apalagi jika pelampiasan dendam
itu masih dalam satu ikatan keluarga besar. Hal ini yang sering menjadikan
sebuah kekerabatan dalam sebuah keluarga besar (dinasti) retak selepas
pemilihan kepala desa. Keretakan akibat dendam ini bisa terulang lagi pada
pilkades masa berikutnya. Maka bisa saja seorang calon kepala desa yang
sebenarnya lebih potensial akan kalah oleh seorang calon kepala desa yang
kemampuannya jauh dibawahnya. Motivasi-motivasi lain yang sifatnya subyektif
juga berpengaruh seperti, faktor keturunan atau darah biru. Di banyak desa, keturunan
(darah biru) kepala desa yang mengalir pada salah satu calon menjadi
pertimbangan yang masih bisa manfaatkan untuk meraup suara.
Pada
desa-desa yang tidak mempunyai penghasilan desa yang cukup, jabatan Kepala Desa
seperti hanya sebagai prestise dan simbol sosial. Biaya yang harus dikeluarkan
dalam proses pencalonan dan biaya sosial pada saat menjabat menjadi bahan
pertimbangan apakah akan maju menjadi bakal calon kepala desa atau tidak.
Kekalahan dalam pemilihan kepala desa juga menjadi sebuah malu sosial yang akan terrekam dalam sejarah catatan para pecundang
calon kepala desa. Ini dikarenakan pemilihan Kepala Desa menjadi semacam test
case pola kehidupan bersosial di desanya bagi individu dan keluarga si
calon. Hal semacam ini akan lain bagi desa-desa yang mempunyai penghasilan yang
cukup seperti bengkok berupa sawah yang luas, atau penghasilan lain berupa
pasar, industri-industri, dll, yang memberikan kontribusi bagi penghasilan
desa. Motivasi pendapatan atau motivasi materialis menjadi pertimbangan lain
setelah prestise. Bisa saja motivasi materilis dan motivasi prestise berjajar
sama kuat sehingga jabatan kepalan desa menjadi lebih menarik untuk
diperebutkan. Motivasi-motivasi ini tergantung pada individu yang maju sebagai
calon kepala desa.
Pola
seleksi calon kepala desa juga tergolong gampang dengan syarat-syarat
mengumpulkan berkas berupa surat-surat keterangan. Dengan mempunyai surat
keterangan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pindana kejahatan
dengan hukuman minimal lima tahun, surat keterangan berkelakuan baik dari
kepolisian, berijazah minilimal SLTP dan surat-surat lain yang gampang
dipenuhi, maka menjadi syarat yang menjadi mudah bagi sebagian besar penduduk
desa. Tidak ada test kapabilitas dan kapasitas atau setidaknya persyaratan
tertentu yang membuktikan kapabilitas dan kapasitas seorang calon bisa dianggap
layak atau tidak untuk memimpin sebuah wilayah dengan penduduk yang beraneka ragam latar belakang dan
karakter. Akibatnya, bisa saja seorang yang tidak punya
kapabilitas sebagai pemimpin terpilih menjadi kepala desa. Keterpilihan ini
bisa karena lawannya mempunyai track
record dalam lembaran sejarah sosial di desa yang buruk dan rakyat lebih
memilih ‘yang penting bukan dia’.
Sebagai proses politik dalam demokrasi langsung
yang paling mendasar, pilkades bisa dijadikan pembelajaran berpolitik dan
berdemokrasi yang baik yang dapat menghasilkan pilihan yang benar dan tepat,
baik secara kapabilitas maupun kapasitas. Hasil akhir dari pilihan rakyat,
dalam berdemokrasi apapun hasilnya, jika sudah menjadi keputusan bersama harus
bersama-sama diterima dan dikawal dalam pelaksanaan pemanfaatan jabatan.
Diperlukan pikiran yang obyektif, lepas dari dendam dan pengaruh subyektif lain
dalam menentukan pilihan bagi semua rakyat yang punya hak suara.
gone inyong wees wingi, awas ngati ati botoh judi bisa molak malik demokrasi nang desa apa maning nek DPT sending kurang sekang rong ewu pemilih gampang di tuku nang botoh gede....
BalasHapuspengalaman nang daerahku cilacap wingi money politik paling rawan ngrusak demokrasi sing kudune calon kapasitas mumpuni mikine rep menang bisa kalah sing calon sing duite akeh di dukung botoh judi.
amanlah tlaga,tp aku kalah seket ewu.......
BalasHapus