“Bang, kamu terpengaruh nggak sama hasil lembaga survey”
“Terpengaruh apa? Lembaga survey apa? Maksudnya, materi yang
di survey apa?”
“Survey pilkada bang?”
“Kalau saya nggak terpengaruh dengan hasil survey.”
“Brarti situ tidak rasionalis, sama seperti kalau di PDIP
itu ‘pendeng gepeng’.”
“Bukan irrasional, Cuma saya sudah punya pilihan dan pilihan
itu menurut saya sudah tepat. Menurut saya, lho. Nggak tau menurut orang lain
yang belum punya pilihan. Yang jelas menurut orang yang pilihannya berbeda
dengan saya, pasti mereka katakan saya tidak tepat dalam memilih. Kemungkinan tuduhan
kurang tepat itu karena tidak sama pilihannya. Tapi, dalam saya menetukan
pilihan saya pertimbangkan dari berbagai sisi, dari track record calaon, latar
belakang dan keberpihakan dalam pemikiran si calon pada sesuatu masalah yang
akan dan sedang dihadapi, meski unsur subyektifitas masih ada. Masih ada juga
faktor like dan dislike.”
“Berarti Abang belum obyektif juga dalam menentukan pilihan
para calon Kada?”
“Mungkin begitu. Karena partai pedukung juga sebagai salah
satu faktor pertimbangan dalam menentukan pilihan.?
“Ribet ya Bang, milih saja banyak pertimbangan.”
“Nggak juga. Kan nggak mesti seperti penelitian dengan mencari
data-data kemudian membikin simulasi dengan berbagai macam kemungkinan. Wong ini
milih kok, suka ya dipilih, kalau nggak suka yang nggak dipilih.”
“Menurut Abang, lembaga survey itu netral nggak?”
“Ada yang netral, ada yang tidak. Kalau personil lembaga
survey bukan orang jujur, pasti datanya dimanipulasi, dan ini pasti survey
pesanan.”
“Kalau saya, sejak saya dengar kabar ada personil sebuah
lembaga survey tertangkap OTT KPK, saya jadi nggak percaya pada hasil embaga
survey. Ditambah lagi hasil survey yang tidak sesuai dengan hasil riil setelah
dilakukan pemilihan dan penghitungan.”
“Tidak semua hasil survey itu pesanan. Ketika ada salah
satau dari person lembaga survey melakukan kecurangan, bukan berarti bisa di srambah
uyah, semua lembaga survey berlaku curang dan mau kerja karena mendapat
ongkos dari kontestan.”
“Iya si bang, tapi... kesannya gimana gitu....”
“Semua punya kepentingan. Dan kepentingan itu tidak sama dan
malah bisa saling berbenturan. Kepentingan yang berbeda itu dalam
kelompok-kelompok, dalam partai-partai.”
“Lembaga survey itu punya kepentingan juga ya bang?”
“Pasti. Untuk apa mereka melakukan survey yang memakan biaya,
tenaga, pikiran dan waktu jika tanpa ada kepentingan apa-apa. Mereka juga perlu
duit untuk biaya hidup.”
“Berarti bisa pesan survey ya bang.?
“Mungkin, tapi saya tidak tahu persis, karena saya belum
pernah melakukan survey.”
“Hasil survey bisa mempengaruhi pikiran pemilih ngggak ya
bang?”
“Bagi pemilih yang belum menentukan pilihan mungkin ada
pengaruh dalam memutuskan pilihan. Tapi kayaknya sedikit. Besar kecilnya, saya
tidak tahu persis karena saya belum melakukan survey tentang pengaruh survey. Mungkin
juga beda tempat tempat beda pengaruh sebuah hasil survey.”
“Survey diperlukan nggak bang, dalam ajang pilkada?”
“Bagi kontestan itu penting, karena bisa dijadikan bahan pertimbangan
dalam melakukan kampanye dan pendekatan lain.”
“Kalau Abang jadi calon kepala daerah, mau sewa lembaga
survey nggak?”
“Pakai. Kalau hasilnya saya unggul, saya minta untuk di
siarkan secara terbuka, jika hasil survey saya kalah, data disimpan dan tak
boleh kubu lawan tahu.”
“Agak curang juga kamu ya bang. Eh, maaf, bukan curang,
tapi cerdik.”
“Kan harus menang, dan untuk menang harus punya usaha untuk menang.”
“Gitu ya bang?”
25062018