Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2014

Pertaruhan itu disebut Demokrasi

Kata Demokrasi ini berasal dari bahasa Yunani ( dēmokratía ) "kekuasaan rakyat", yang terbentuk dari ( dêmos ) "rakyat" dan ( kratos ) "kekuatan" atau "kekuasaan" pada abad ke-5 SM untuk menyebut sistem politik negara-kota Yunani , salah satunya Athena ; kata ini merupakan antonim dari ( aristocratie ) "kekuasaan elit" (sumber: wikipedia) . Salah satu syarat sebuah negara adalah rakyat, dan rakyat pasti jumlah lebih banyak daripada penguasa yang disebut pemerintah. Untuk melanggengkan dan mengamankan kekuasaanya, pemerintah biasanya menggunakan alat; mliliter, Polisi,  peraturan-peraturan yang mengikat (hukum), hirarki pemerintahan sampai ke tingkat wilayah terkecil (desa), agar segala kebijakan dan keputusan pemerintah pusat yang mewaklili negara bisa efektif berjalan sampai ke rakyat. Rakyat yang jumlahnya lebih besar tentu tidak ingin segala gerak gerik dan tindakannya selalu dibatasi oleh peraturan-peraturan yang dib...

saya berharap 'calon presiden yang itu' tidak jadi

Aku berharap calon ‘Presiden yang itu’ tidak jadi. Entah landasan apa yang mendasari pikiran saya berharap begitu. Tak ada alasan yang secara akademis bisa diperdebatkan dengan penuh alasan dan jawaban yang kongkrit dengan didukung oleh fakta dan data yang kuat. lagi pula saya tak berkeinginan untuk mengumpulkan itu semua sebagai sekedar landasan untuk berpendapat karena berpendapat itu bisa saja di dasari oleh subyektifitas senang atau tidak senang. Kekhawatiran saya jika ‘calon presiden itu’ jadi presiden NKRI periode 2014-2019, karena saya melihat kecerdasan berkeputusan dan kecerdasan berbicara masih jauh untuk kriteria seorang presiden, itu menurut saya. Kecerdasan bersikap juga belum teruji penuh. Karena bersikap untuk memperoleh simpati rakyat dalam kampanye tentu akan berbeda dengan bersikap sebagai kepala negara terkait hubungan internasional. Sikap cari aman di tengah masyarkat dan membiarkan orang lain dulu beradu untuk kemudian datang sebagai penyeimbang, tentu buk...

Ternyata Capres-nya tak bisa dicalonkan

Bisa saja hal yang tak terduga terjadi dalam politik dan tak perlu terkejut. Saya membayangkan jika saja kemudian ada partai yang sudah begitu konfiden mengusung dan memamerkan Calon Presiden-nya, disaat waktu pendaftaran sampai habis waktu, tidak ada satupun partai yang mau diajak berkoalisi.   Hasil dari pemilihan legislatif telah membuat keadaan tak satupun partai yang berhak mengusung calon presidennya secara sendiri. Segala peraturan dan perangkat yang ada telah membuat keadaan menjadi seperti itu. Katanya, itu hasil dari sebuah musyawarah permufakatan dari para wakil rakyat yang diberi hak untuk bermufakat untuk memutuskan, yang kemudian lahir menjadi sebuah peraturan atau undang-undang atau apapun sejenisnya yang bersifat mengikat bagi yang berada di dalamnya. Jokowi dari PDI-P, Prabowo dari Gerindra atau ARB dari Golkar yang telah memproklamirkan diri jadi calon presiden dari partainya masing-masing yang menempati tiga besar perolehan suara dari Pileg tetap...