anjing 3
Di sebuah garasi, seekor anjing hitam melongo kelelahan,
pandangan matanya kosong, “Mengapa?”
“Saya capai, apapun saya lakukan agar mereka senang, tapi…”
“Kamu nggak ikhlas melakukannya, makanya muncul kata ‘tapi’
di hatimu”
“Kalau saya ngomong, semua yang saya kerjakan ikhlas,
berarti saya munafik.”
“Setidaknya kamu harus bisa menikmati, jika tak bisa merasa
ikhlas.”
“Menikmati caraku?”
“Ya. Sebelum kamu bisa menikmati hasilnya.”
“Entah kapan itu, dan juga entah akan dapat atau tidak. Terasa
capai, mengorbankan kesenangan, menggongong sana-sini, bersikap lucu, bersikap
menggemaskan, berusaha cerdas, agar mereka senang dan tertawa.”
“Itu jalanmu. Atau kau ingin jadi anjing liar pemburu di
hutan, bebas tak ada yang ngatur dan nyuruh. Dan kau harus siap tidur di hutan belantara
yang dingin, hujan, dan banyak binatang lain yang siap saling terkam.”
Anjing hitam terdiam, agak lama. Dan ujug-ujug menggonggong agak
panjang dan suaranya patah. Matanya sedikit berair, “ini jalanku, ini
pilihan. Saya harus menjadi anjing yang baik. Persetan dengan semuanya.”
“Kamu hebat,” saya tersenyum dan anjing itu seperti berusaha
memahami tapi gagal. “Jika kau ragu dengan yang kau lakukan, yakinkan lagi.”
“Maksudnya?”
Saya diam. Anjing itu menggonggong, seperti melepas
kekesalan, seperti memberi peringatan.
“Jadilah anjing yang baik”
“Melelahkan.” Ia menyalak pendek-pendek dan pergi
meringkuk di pinggir tembok.
Dj,
19:59 06122025

Komentar
Posting Komentar