Dipinggir ruas jalan, di ujung jembatan, anjing cokelat,
duduk.
Menyapa saat ku dekati, “Kamu kenapa?’
Ia memandang dengan sinar mata kesal dan sedih, sedikit mengguguk,
“Lagi pengin di sini, saja.”
“Kamu tinggal di mana?”
“Di emperan rumah itu,” moncong dan matanya mengarah pada
sebuah rumah berwarna putih.
“Kamu di usir?”
Anjing itu menggeleng. Diam sebentar dan, “Saya hanya
dibutuhkan saat malam. Tugasku menggonggong pada yang mencurigakan. Tugasku
saat gelap, dingin, hujan, angin malam dan sepi.”
“Kamu menyesal jadi anjing?”
“Saya nggak punya pilihan.”
“Nikmatilah.”
“Tapi, kenapa kucing yang pemalas itu yang hidup nyaman
di dalam rumah. Saya juga bisa lucu, menggemaskan seperti kucing.”
“Kamu pengin jadi kucing?”
“Mereka tak akan percaya jika saya jadi kucing pun.”
“Jadilah anjing yang baik?
“Apa ada anjing yang dianggap baik di sini.”
“Kamu yang akan jadi anjing baik pertama di sini.”
Wnj.21:04 01122025

Tidak ada komentar:
Posting Komentar