Label

Rabu, 13 Februari 2013

Temanku di Bali


Tentang Bali, aku sangat tertarik karena di berbagai gambar, -di kalender, di koran-koran, di majalah-majalah, di berita-berita, sangat menakjubkan. Juga teringat lagunya Slank Terimakasih Baliku, yang bercerita tentang terimaksihnya untk budaya dan alam, tentang cantik gadismu dan kerasnya arak Bali. Keterpaduan unik membuat penasaran.
Teringat juga tentang Bom Bali yang menggemparkan dunia. Bekas lukanya yang menganga terus menyelimuti langit Bali. Sebuah idealismen kepercayaan berusaha untuk mengahancurkan idealisme kepercayaan lain, dan korban jiwa berjatuhan. Bumi retak-retak luka. Hati teriris bertemu ujung dengan tetesan air mata di bawah jantung yang berdegup tak bernada. Mulut-mulut gemeretak mencerca. Dan api segera padam berembus bersama angin lewat celah jendela di dada yang menerima.
Suatu ketika. Aku sambangi Bali. Elok, sayang sampah masih seperti di tempat lain. Disepanjang jalan yang kanan-kirinya rimbun rerumputan dan pohon liar, mataku selalu berbinar. Benda-benda budaya menyambut sepanjang hari tak terputus. Relief-relief melambai-lambai seperti tangan penari Bali dengan ujung ujung-ujung jari berkuku rapi dan tatapan tajam seperti bulat bulan purnama. Lenggok lehernya bergerak lincah seperti ular mematuk mangsa. Bercerita tentang alam, bercerita tentang budaya, bercerita tentang kekuasaan Sang Pencipta. Di samping pintu masuk dan pintu keluar kasir-kasir toko menghitung uang. Di dalam, para pelayan berstrategi menyakinkan pembeli. Di perjalanan ke lokasi lain, agen perjalanan telah hafal di mana harus berbelok agar isi dompet tak sama tebal ketika pulang.
Temanku lagi di Bali. Menghiasi Bali dengan rerimbunan beton. Memasang benda-benda perusak ozon, membuat ruang tempat budaya-budaya asing beranak pinak dengan membawa dollar yang dipasang di ujung kail bermata jangkar. Burung-burung besi raksasa terbang datang pergi silih berganti. Membawa telur-telur budaya dari seantero dunia. Menyeruput madu pada bunga-bunga yang tumbuh berseri sepanjang hari. Membuahi putik-putik kembang di bukit-bukit yang selalu ramah, selalu tersenyum.
Tak kutanya kapan temanku pulang. Serangkain cerita tentang Bali yang aku nanti. Tentang pergerakan budaya. Tentang pintu terbuka yang menengadah langit. Tentang pagar-pagar yang terus ditumbuhi tumbuhan lain. Aku kangen cara temanku bertutur. Dari sisi pikirnya.
Bali. Gambar petanya tergambar di otakku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar