Label

Kamis, 01 September 2016

sambel

Saya sering melihat rumah makan yang menawarkan menu pedas. Lombok ijo, Sambel Ijo, Sambelayah, Tahu mercon, mie setan, lombok setan, atau kalimat lain yang merujuk pada rasa pedas. Ketika membaca penawaran lewat ‘iklan’untuk makan di rumah makan yang membanggakan sebuah kepedasan, saya merasa terdiskriminasi. Saya belum pernah membaca sebuah hasil survey yang mebandingkan prosentase orang yang suka pedas dan orang yang tidak suka pedas. Sebagai orang yang sama sekali tidak suka pedas, saya langsung menuduh kalau menu pedas yang ditawarkan rumah makan pasti karena pemilik atau pengelolanya suka rasa pedas. Mungkin saya keliru, tapi itu hal yang muncul tiap kali saya membaca sebuah tulisan yang membanggakan rasa pedas.

Tersadari juga, banyaknya rumah atau tempat makan yang membanggakan rasa super pedas dan banyak yang sukses, itu menjadi acuan untuk menawarkan menu pedas sebagai andalan untuk menarik calon pembeli. Atau bisa juga, orang yang suka pedas itu kebanyakan orang yang suka berwisata kuliner. Terbukti juga tak ada satu pun rumah makan yang berani menonjolkan menu tidak pedas sebagai menu andalannya pada papan nama rumah makan.

Sebuah penelitian di prancis yang di pimpin oleh Prof. Laurent Begue, seperti dilansir Daily Mail, menemukan bahwa pria yang menyukai makanan pedas cenderung memiliki kadar hormon testosteron yang tinggi cenderung lebih dominan. Seperti diketahui, hormon tersebut berfungsi membentuk sekaligus menjaga organ seks. Bagi sebagian orang mungkin, mungkin benar, tapi juga tidak tertutup kemungkinan jika yang tidak suka pedas pun punya hormon testosteron yang tinggi. Dari penelitian itu pun tidak disebutkan jika memakan makanan pedas bisa meningkatkan hormon testosteron.

Kenyataannya, para pemilik rumah makan berhasil mengikat para calon pemakan dengan mengunggulkan ‘rasa pedas’ dan mengunggulkan ‘rasa tidak pedas’ suatu hal yang tidak mungkin untuk diunggulkan dalam beriklan. Di masyarakat juga sudah begitu menganggap jika penyuka pedas dipandang sebagai orang yang sehat, gagah, maskulin, kuat dan hebat. Dan, saya orang yang menganggap itu sebagai hal yang keliru.


Hal lain yang sering bikin saya kesal, setiap kali saya makan di warung padang dan memesan jangan di kasih sambel, tetap saja sajian yang diantar ada sambelnya di tepi nasi. Seolah si pelayan yakin sekali kalau orang yang masuk ke warung makan padang pasti orang yang suka sambel.

1 Sept 2016 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar