Label

Senin, 27 November 2017

BUDAYA POP

Budaya pop atau budaya populer berjalan sangat cepat dan penuh kreatifitas yang tak terduga. Bergerak terus dan selalu muncul hal-hal baru yang mengejutkan. Kemunculannya yang sering tak terduga dan  jenisnya yang sering diluar dugaan itu menjadikan kita ‘tersadar’ ternyata hal yang dianggap sepele bisa menjadi sebuah trend pada kalangan tertentu atau bahkan pada semua kalangan.
Gangnam style, budaya pop korea selatan, sebuah kegiatan yang menurut saya sebuah kegilaan, menjadi virus yang menular hampir ke seluruh penjuru dunia. Suatu bentuk pelepasan kepenatan pada saat tertentu dengan melupakan semua kegiatan yang sedang dilakukan dengan menari sesukanya, tanpa bentuk, super cuek, tak teratur bahkan cenderung norak, itu dianggap sesuatu yang mengasyikan sehingga banyak orang yang ikut meniru dan melakukan dengan tambahan kreasi menurut kesukaannya sendiri. Sebuah ekspresi tanpa batas. Seperti itulah budaya pop. Tumbuh dari tempat yang tak perlu dipersiapkan secara njlimet agar apa yang dilahirkan dapat dinikmati.
Tak perlu nilai estetis, tak perlu nilai psikologi, tak perlu penafsiran dengan berbagai persepsi dengan pondasi keilmuan yang berkaitan dengan budaya pop yang sedang ngetren. Sebuah tarian yang mengikuti sebuah musik dengan gerakan-gerakan yang mengesankan, seperti goyang cesar, bisa tiba-tiba menjadi sebuah tarian yang banyak diikuti banyak orang dan menjadi tren. Nyanyian dangdut ala pantura yang mencomot lagu-lagu genre lain yang sedang populer kemudian didangdutkan dengan penuh hentakan-hentakan musik yang khas dengan teriakan-teriakan musikalisasi, menjadi sebuah musik yang mudah dinikmati dan mengajak seluruh bagian tubuh untuk bergoyang ikut menari. Sekelompok ana-anak muda yang tergabung dalam vokal grup ( boy band dan boy girl ) dengan dengan bermodalkan suara dan wajah-wajah imut yang menawan, menjadi sesuatu yang banyak digemari anak-anak muda. Sebuah ungkapan kalimat semacam ‘eta terangkanlah’ bahkan bisa saja tiba-tiba menjadi populer. Seorang anggota polisi bernama Norman kamaru tiba-tiba terkenal karena aksinya yang menari mengikuti nyanyian India di unggah di youtube, menjadi mewabah dan banyak ditiru orang. Oom tolelot oom, yang awalnya sebuah ucapan dri beberapa anak yang mengharapkan sopir bis atau truk untuk membunyikan klakson yang berbunyi tolelot, menjadi begitu terkenal dan banyak anak-anak sampai orang dewasa menirunya. Semacam itulah budaya pop.
Budaya pop seperti tidak begitu penting keberadaannya. Lewat begitu saja, hiruk pikuk sebentar, kemudian lenyap digantikan pop yang lain. Pop yang simpel dan gampang dinikmati itu menjadi banyak disukai banyak orang. Biasanya, budaya pop itu awalnya dibuat untuk menyenangkan dirinya sendiri kemudian baru untuk menyenangkan orang. Sifatnya yang gampang ditiru, menjadikan budaya pop gampang menyebar. Sedikit penambahan-penambahan kreasi menjadikan budaya pop itu bertahan sedikit lama. Banyak yang menilai budaya pop kurang bernilai. Tak perlu juga di gali nilai-nilai budaya yang terkandung dan tersirat di dalamnya.

Penyebaran budaya pop yang begitu cepat merambat dan gampang ditiru itulah yang membuat budaya pop menjadi tiba-tiba begitu populer dan banyak mempengaruhi perilaku masyarakat. Sering lahir dengan tidak sengaja dari sebuah keterkejutan atau kejenuhan budaya yang monoton. Budaya pop akan terus lahir, hilang, mati dan tumbuh silih berganti. Dinikmati dan segera terlupakan. Tercatat, terselip pada lembaran sejarah, sesekali terbaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar