MENERIMA KEKALAHAN SEBUAH UTOPIA
Menerima sebuah kekalahan dengan lapang dada menjadi sebuah hal yang sulit, jika kemenangan yang terasa sudah sangat dekat tinggal ‘memetiknya’, ternyata saat usai perlombaan atau pertandingan, yang didapat adalah kekalahan. Sebuah advice yang didatangkan sendiri dari langit, hanya mengoles sedikit luka dan segera kembali menyayat. Semakin diingat, semakin menambah parah rasa dan menumbuhkan dendam terus bergemuruh. Mengingatnya, meski sudah tahu tidak baik dan hanya memupuk rasa kesal yang berkepanjangan, tapi nyatanya, membuang ingatan itu sebuah kesusahan yang malah menambah beban. Lebih parah lagi jika kalah dalam merebut kekuasaan. Kalah dalam perebutan kursi dalam lingkup politik yang terus bergerak saling mecari posisi meraih kekuasaan. Mecela dan memaki pemenang menjadi salah satu jalan untuk melampiaskan kekesalan sambil terus memupuk dendam. Tak tersadari juga apa yang dilakukannya dalam berkompetisi merebut kekuasaan, dirinya pun, melakukan kecurangan. Curang yang dilaku...