Pemain muda Myanmar bernomor punggung 4, Thaw Zin Htet, itu
sengaja menganggu kiper Indonesia, Ernando Ari Sutaryadi, dan membuat Ernando
sedikit melakukan gerakan yang membuat pemain Myanmar itu memanfaatkan momen
untuk terjatuh, dibuat terguling guling dan seperti merasa sangat kesakitan.
Sebuah kelakuan yang menjijikkan. Tapi yang namanya usaha, apapun dilakukan
meski dengan hal yang tidak enak dipandang. Dan rupanya, Thaw Zin Htet,
berhasil mengelabui wasit sehingga wasit menunjuk titik putih dan mengkartu
kuning kiper Garuda Muda. Terjadilah gol. Saya sendiri seandainya jadi pelatih,
tidak akan membiarkan anak asuhnya bermain tidak sportif, diving dan sengaja
memprovokasi lawan agar emosi dengan harapan lawan mendapat peringatan kartu
dari wasit. Dan Ernando mestinya tak membuat sedikit gerakan yang dimanfaatkan
pemain lawan yang memang sengaja memanfaatkan reaksi.
sangat konyol dan bodoh jika mengatakan sebuah kelalaian memasang Bendera Indonesia dengan terbalik. dan sangat bodoh jika mengatakan tidak tahu bendera Indonesia. |
Anak-anak muda tim Garuda melakukan protes keras, beruntung
kapten tim, David Maulana, berhasil meredakan rekan-rekannya dan kembali
bermain dengan semangat penuh. Emosi masih terkendali dan menerima apapun
keputusan wasit. Ya, menerima apapun keputusan wasit adalah cara yang harus
dilakukan, karena wasit-lah yang memutuskan semua peraturan-peraturan yang diterapkan
di lapangan.
Emosi pemain di lapangan saat bertanding kerap kali menjadi
titik lemah tim dan berujung pada kekalahan. Rupanya gampangnya pemain
Indonesia ( senior maupun junior) diprovokasi dimanfaatkan betul oleh
pemain-pemain lawan. Malaysia sering sekali memanfaatkan ketidakastabilan
pemian Indonesia mengontrol emosi saat diprovokasi. Permainan Indonesia yang
sering dengan teknik yang lebih baik dari Malaysia, berujung dengan kekalahan
karena terpancing provokasi lawan. Dan Malaysia tahu betul itu kelemahan Tim
Indonesia.
Provokasi itu juga sekarang dilancarkan oleh anak kecil dari
Malaysia yang juga masuk Tim AFF U-16 bernama Amirul Ashrafiq Hanifah. Hal
sangat tidak santun dan memperlihatkan niatan tidak baik juga gambaran dari
pendidikan yang kurang baik. Bagaimana mungkin di jaman yang semua bisa
terhubung dengan internet, atau, -mungkin ia tidak bisa browsing tentang
bendera di dunia- Ia sengaja mengunggah di instatory miliknya dengan memasang
bendera Indonesia secara terbalik. Jika Ia benar-benar tidak tahu, ia
benar-benar anak yang bodoh dan perlu belajar banyak. Menjadi timbul curiga
juga jika Ia sengaja memasang bendera Indonesia secara terbalik untuk
meprovokasi pemain Indonesia. Gambaran orang-orang negeri Jiran-kah? Semoga
tidak.
Karena dalam Sea Games 2017 di malaysia pun, pemasangan
bendera Indonesia dengan terbalik menjadi hal yang tidak mengenakkan. Pihak
Malaysia pun meminta maaf atas insiden itu. Menurutnya tidak ada kesengajaan,
dan sekarang, anak kecil itu melakukan ketidaksengajaan-kah? Jika sekedar hanya
minta maaf, anak kecil umuran lima tahun pun bisa mengucapkan maaf, dan juga
dengan alasan tidak sengaja, adalah alasan konyol yang sangat bodoh. Apakah
berbuat konyol di negeri sana sebuah hal biasa dan kebiasaan?
Reaksi netizen Indonesia pun bermunculan menuliskan
ketidaksenangan sampai ancaman pembunuhan terhadap Amirul Ashrafiq Hanifah.
Ancaman tersebut membuat menpora malaysia, Syed Saddiq Abdul Rahman, menganggap
ancaman seperti itu tak bisa ditolerir dan dan meminta FAM ( PSSI-nya Maaysia )
melaporkan pada pada AFF.
'kelalaian' juga? apa kecerobohan..? |
Tak akan ada asap kalau tidak ada api. Kita akan baik-baik
saja jika tak ada kesengajaan provokasi. Sebuah penghinaan yang dilakukan
dengan sadar dan tidak hanya sekali, itukah sebuah kelalaian? Apa mereka yang
sengaja memprovokasi cukup meminta maaf kemudian berlari ke dapur sambil
teriak-teriak, “Saya laporkan nanti..!”ketika ada rekasi dari sebuah provokasi.
Memperbaiki diri mungkin akan lebih baik daripada hanya sekedar minta maaf
untuk membuat kesalahan yang sama seperti seekor keledai.
Bagi Tim Garuda Muda, menjaga diri agar tidak terprovokasi
lawan dan tetap bermain sesuai dengan arahan pelatih, itu hal yang selalu
diingat bersama dengan rasa patriotisme yang tak pernah padam. Sengaja
memprovokasi lawan adalah perbuatan hina yang menjijikan dan menandakan
ketidakpercayaan diri. Biarkan musuh memprovokasi, anggap angin lalu, atau bila
perlu manfaatkan provokasi lawan agar menjadi keuntungan kita.
Sangat disayangkan, ketika melawan Vietnam pun, pemain kita,
Bagas Kaffa mendapat kartu merah karena diprovokasi dan tak bisa mengambil
keuntungan ketika lebih dulu dipukul pemain Vietnam yang juga dikartu merah.
Andai saja Bagas tak balas memukul dan “memanfaatkan” momen dirinya di pukul,
mungkin hanya pemain Vietnam yang di kartu merah, meski cara seperti ini saya
kurang begitu suka. Kontrol emosi dan menghormati apapun keputusan wasit dengan
terus bertindak sportif, rupanya masih perlu ditekankan lebih intensif pada
pemain kita.
Secara keseluruhan, permainan Garuda Muda pada gelaran Piala
AFF U-16 saat melawan Vietnam, kontrol emosi cukup baik dan terkontrol, meski
ternoda.
02082018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar