“Hati-hati, jalan berlubang, sedang dalam penanganan.” Bila
kita menempuh perjalanan, sering kita menjumpai tulisan di pinggir jalan
ber-background kuning. Banner berukuran sekira 60 cm x 50 cm itu setia dan tak
malu, selalu di pinggir jalan yang rusak. Ya, karena peringatan itu berbentuk
benda mati yang tak punya rasa. Mau di tempatkan di jalan rusak parah dan tak
pernah di perbaiki pun, jika tak ada yang memindahnya, ia akan tetap ada di
situ sampai tiang penyangganya rapuh dan terinjak kendaraan.
Memang di beberapa tempat ada perbaikan, tepatnya penambalan
jalan yang berlubang-lubang, (menjadi viral; jeglongan sewu’). Terasa sebentar
lima sampai tujuh hari, perjalanan agak lancar dan nyaman, kerusakan dan lubang-lubang kembali
menganga. Bahkan lubang itu menjadi bertambah lebar karean waktu penambalan ada
aktivitas pembuangan material sekitar lubang aspal yang akan di tambal. Dan
ketika tambalan itu terkelupas, makin parahlah jalan berlubang-berlubang itu.
Menjadi timbul pertanyaan, kualitas apakah aspal yang
dipasang? Atau, berapa persenkah biaya yang dipakai untuk pengaspalan atau
penambalan, sisa dari biaya proyek yang harus disidit untuk banyak bagian yang perlu diberi bagian untuk
kelaancaran sana-sini dalam penggarapan dan penanganan? Berandai-andai tentang
biaya yang dipakai dan cara memperoleh tender proyek jalan yang kita hanya
mengira-ira, bisa akan menjadi prasangka yang tak baik dan berdosa. Dan,
“memperhatikan” sesuatu dengan teliti seperti menyelidik, tentu ada pihak yang
tidak berkenan dan akan menjadi sebuah pertentangan dan permusuhan. Tidak enak
sekali sebuah hubungan dengan ada bumbu permusuhan, walaupun sedikit, dan
banyak orang lebih memilih untuk menghindarinya.
Ketidakenakan ini yang kemudian menjadi sebuah pembiaran
yang sebenarnya merugikan banyak pihak. Dan jika dihitung secara material dan
immaterial akan semakin besar jika pembiaran tersebut terus berlanjut.
Jalan menjadi perhatian utama pada suatu wilayah. Jika jalan
rusak, seolah semua infrastruktur rusak, bahkan sampai juga mengarah pada
kerusakan pada orgnaisasi pemerintahannya. Ketika memasuki sebuah perbatasan
wilayah dan perubahan keadaan jalan terasa berbeda, baik atau tidak baik, maka
segera terlintas kalau pembangunan infrastruktur di daerah yang jalannya baik,
perekonomiannya pun telah mendapatkan poin baik. Jalan seperti etalase.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar