djayim.com
Dalam permainan sepakbola yang normal, saat pertandingan di lapangan akan
saling menyerang supaya gol yang diperoleh lebih banyak daripada lawan. Dalam pertandingan
memperebutkan kekuasaan, menyerang lawan terus menerus belum tentu menjadikan
menang. Rasa empati terhadap orang yang terus menerus diserang akan memunculkan
pembelaan yang berakibatkan lawan menjadi menang. Kondisi ini disadari betul
oleh masing-masing pihak yang menjadikan
selalu berusaha terukur dan tepat sasaran dalam menyerang lawan.
Tak ada kawan dan lawan yang sempurna. Semua punya sisi lemah. Sisi lemah
itulah yang oleh lawan akan diekspos terus menerus sampai lawan benar-benar
dalam posisi kalah. Dalam saling menyerang itu ada pemenang yang menjadi
penguasa yang kemudian memperoleh fasilitas dan perangkat yang bisa
dimanfaatkan untuk mempertahankan kekuasaan yang salah satu caranya dengan
menyerang lawan. Yang kalah juga terus menyerang dan menunjukkan keberadaannya.
Media massa menjadi alat yang paling efektif untuk bertahan atau menyerang. Ketika
semua media massa di manfaatkan untuk saling menjatuhkan, berita lahir dan
tersaji setiap saat dengan begitu cepat. Pihak yang merasa terserang segera
balik menyerang atau bertahan sambil sekalian menyerang dengan berbagai cara,
keduanya dengan berbagai cara. Akibatnya, terjadi kesimpangsiuran arah berita. Tak
tahu mana yang benar, mana hoax. Tak tahu mana produk buzzer, mana yang produk
asli, mana yang benar, mana yang dipelintir, mana produk buzzer pemenang, mana
produk buzzer pecundang. Semua simpang siur, akibatnya pembaca berita apatis
dan pasif. Ini akan terjadi terus menerus jika hanya dua kubu, pemenang dan pecundang.
Jika pun kemudian yang sekarang pecundang kemudian menjadi pemenang, permainan
itu akan terus berlanjut turun temurun.
Diperlukan oposisi ketiga yang benar-benar berdiri diantara keduanya yang
memandang dengan jernih dan obyektif setiap permasalan yang ada. Oposisi ketiga
ini, harus menyatakan keadaan sesungguhnya dan sanggup memberi ‘teguran’ atau
pelurusan masalah di kedua kubu. Jika ada yang perlu dibela, Ia harus tidak
terpengaruh dan tidak mengambil keuntungan untuk dirinya terhadap kejadian yang
menjadi perdebatan. Tidak bisa diiming-imingi apapun oleh si pemenang atau pun
si pecundang.
Oposisi ketiga terdiri dari sekelompok orang yang tak silau oleh kekuasaan,
fasilitas dan uang. Mereka sekelompok orang yang menikmati sebuah kejujuran dan
juga menikmati setiap perjuangan yang tak berpamrih. Lantas, siapa, atau adakah
orang yang bersusah payah menjadi oposisi ketiga dengan sama sekali tak
berpamrih terhadap kekuasaan dan uang?
Oposisi ketiga harus tetap ada, siapapun pemenangnya. Oposisi ketiga bisa
dilahirkan di diri kita sendiri denga berpendapat dengan obyektif tanpa
tendensi apapun. Membuang semua kebencian, membuang rasa kekuasaan, melupakan
pamrih dan menikmati kebersaman yang damai.
23:12.29.03.2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar